Oleh: Mahmud Yunus
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain mendirikan shalat fardhu lima waktu Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh dengan sebaik-baiknya Rasulullah SAW menganjurkan beberapa macam shalat sunah. Salah satunya shalat Dhuha.
Dikatakan shalat Dhuha karena shalat sunah ini dilaksanakannya waktu dhuha. Yaitu dimulai kira-kira matahari se penggalah hingga matahari terik menyengat di kulit. Uqbah bin Amir RA berkata: "Ada tiga waktu di mana Nabi SAW melarang kami mendirikan shalat atau menguburkan jenazah seseorang di antara kami: ketika matahari terbit sampai tinggi, ketika seseorang berdiri di tengah bayangannya sampai matahari tergelin cir, dan ketika matahari condong (seben tar lagi akan terbenam) sampai benarbenar terbenam" (HR Muslim).
Alhasil, terdapat dua waktu yang meng apit waktu dhuha: ketika matahari terbit sampai tinggi dan ketika sese orang berdiri di tengah bayangannya sam pai matahari tergelincir. Agar lebih praktis, Anda dapat menggunakan acuan berikut: diawali 15 menit sesudah terbit matahari dan diakhiri 15 menit sebelum waktu Dhuhur.
Kalau Anda ingin memilih waktu paling utama, sebaiknya menggunakan hadis ini sebagai rujukan. Al-Qasim asy- Syaibani berkata: "Zaid bin Arqam RA melihat beberapa orang mendirikan sha lat Dhuha". Kemudian Zaid berkata: "Seandainya mereka tahu, shalat Dhuha setelah waktu ini sebenarnya lebih utama".
Zaid melanjutkan, Rasulullah SAW bersabda: "Shalat awwabin adalah ketika anak unta mulai (merasa) kepanasan (tamradh al-fishal)" (HR Muslim). Awwabin adalah orang-orang yang memilih kembali kepada Allah. Sebagian ulama berpendapat: lantaran pada waktu tamradh al-fishal orang-orang cenderung memilih untuk berteduh/beristirahat.
Tidak demikian dengan awwabin, mereka justru menggunakan waktunya untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mendirikan shalat. Dengan begitu, Imam an-Nawawi menyimpulkan inilah waktu paling utama (afdhal) untuk mendirikan shalat Dhuha.
Dari Ummu Hani RA dia berkata: Sesungguhnya Nabi SAW pernah masuk ke rumahku pada hari penaklukkan Mak kah. Lalu, beliau mandi dan mendirikan shalat delapan rakaat. Saya tidak pernah melihat shalat yang lebih cepat dari pada shalat tersebut. Hanya saja beliau menyempurnakan rukuk dan sujud dengan sempurna. Shalat tersebut adalah Dhuha" (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain: "Sesungguhnya Nabi SAW dalam dua rakaat shalat Dhu ha membaca qul ya ayyuha al-kafirun dan qul huwa Allahu ahad (HR al-Uqaili). Hal senada terdapat dalam hadits riwayat ad-Dailami dari Abdullah bin Jarad.
Dalam hadis riwayat Ahmad dan Tir midzi dari Abu Hurairah RA shalat Dhuha dapat menghapus dosa sekali pun banyaknya laksana buih di lautan. Dalam hadis riwayat Abu asy-Syaikh dari Anas RA pahala shalat Dhuha di sisi Allah sama dengan pahala haji dan umrah yang diterima Allah (maqbul).
Dalam hadits riwayat Thabrani dari Abu Hurairah RA pahala shalat Dhuha akan mengantarkannya masuk surga me lalui pintu khusus bernama pintu adh-dhuha. Abu Hurairah RA berkata: Rasu lullah SAW bersabda: "Sesungguh nya di dalam surga ada pintu yang ber nama adh-Dhuha. Bila terjadi hari kia mat, ma laikat akan berseru: mana orang-orang yang dahulu melazimkan shalat Dhuha? Ini pintu untuk kalian. Ma ka, masuklah mereka ke dalamnya de ngan rahmat Allah" (HR ad-Dailami).