REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI) mendatangi SKK Migas untuk memberikan sejumlah rekomendasi terkait rencana PHK oleh sejumlah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) asing, Jumat (29/1). Presiden KSPMI Faisal Yusra menyatakan, pihaknya dengan tegas meminta kepada pemerintah dan KKKS untuk menghentikan seluruh rencana pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tanpa persetujuan SKK Migas.
Erwin menilai, masih banyak cara efisiensi yang bisa dilakukan tanpa memutuskan hubungan kerja karyawan. KSPMI meminta kepada KKKS untuk melakukan proses efisiensi terhadap semua program kerja yang mendesak untuk dilaksanakan, termasuk kemudahan proses perizinan. Selain itu, Erwin juga mendesak agar KKKS mengurangi penggunaan tenaga kerja asing dan tidak lagi memperpanjang kontrak bagi pekerja yang memang sudah masuk masa pensiun.
"Jika PHK pekerja, biaya pekerja itu hanya 7 persen dari semua cost. Jika semua dihabisi juga tinggal 7 persen, jadi tidak signifikan," kata Erwin.
KSPMI juga mengevaluasi organisasi di KKKS, khususnya perusahan minyak asing, di mana 20 sampai 30 persen jabatan managerial bisa dihilangkan dalam situasi sekarang. Ia menilai, penghilangan jabatan seperti Manager, Vice President, dan sejumlah posisi pejabat tinggi bisa memberikan penghematan yang besar.
"Kalau memang ada KKKS yang tidak mampu mengelola. Serahkan saja blok itu pada negara, biarkan saja negara memberikannya kepada perusahan migas milik negara seperti Pertamina," kata dia.
Sebelumnya, sejumah laporan terkait rencana PHK sudah masuk ke SKK Migas. Salah satunya adalah raksasa migas asal Amerika Serikat, Chevron Indonesia yang berniat memangkas, tak tanggung-tanggung, 25 persen pekerjanya. Kondisi tersebut terjadi menyusul jatuhnya harga minyak dunia ke bawah 30 dolar AS per barel.