REPUBLIKA.CO.ID, MADAYA -- Jumlah korban tewas akibat kelaparan terus bertambah di kota terkepung, Madaya, Suriah. Organisasi amal medis Dokter Lintas Batas (MSF) mengatakan, laporan terbaru menyebutkan 16 orang meninggal akibat kelaparan meski konvoi bantuan memasuki kota.
MSF melaporkan, warga di Madaya masih menderita kelaparan dan kurangnya pasokan medis, meski pengiriman bantuan telah dimulai sejak 11 Januari. Pada Sabtu (30/1), sekitar 16 orang tewas.
Kelompok kemanusiaan terkemuka tersebut mengatakan, sekitar 320 orang di Madaya mengalami malnutrisi. Sebanyak 33 diantaranya berada dalam kondisi berisiko kematian jika tak segera ditangani secara efektif.
"Ini benar-benar tak bisa diterima bahwa orang-orang terus mati kelaparan dan kasus-kasus medis yang kritis tetap ada di kota saat mereka semestinya dievakuasi beberapa pekan lalu," kata Direktur Operasi untuk kondisi Menghancurkan Brice de le Vingne.
Madaya dikuasai pemberontak dan telah dikepung pasukan pemerintah dan pejuang Hizbullah sejak Juli. Gambaran mengerikan penduduk malnutrisi di Madaya bahkan telah beredar luas di dunia pada awal Januari. Gambar menunjukkan wajah bayi kurus dengan mata terbelalak. Ada pula foto laki-laki tua dengan badan sangat kurus.
"Ada kebutuhan segera untuk bantuan medis yang permanen dan independen di Madaya," kata de le Vingne.
Salah seorang warga Madaya Mubark Aloush mengisahkan, mereka bisa berhari-hari tanpa makanan. "Kami mengumpulkan rumput dan mendidihkannya lalu memakannya," kata Aloush kepada Aljazirah.
MSF mengatakan, sejak Desember lalu, 32 orang telah dinyatakan tewas akibat malnutrisi berat. Ini memberikan peringatan bahwa kota itu membutuhkan bantuan darurat dan staf medis.
Dua juta warga Suriah terjebak dalam pengepungan oleh pemerintah atau kelompok oposisi. MSF mengatakan, banyak daerah pengungsi juga tak dapat akses bantuan setelah obat-obatan dan makanan beberapa kali diblokir di pas pemeriksaan.
"Akibatnya, tim medis di daerah ini tidak bisa mengatasi tuntutan yang mereka hadapi. Situasi di Madaya ini bahkan lebih buruk karena tidak ada dokter yang hadir di kota ini," kata MSF.