REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Meski dua kubu dalam tubuh PPP sudah menyatakan masuk dalam Koalisi Partai Pendukung Pemerintah (KP3), masing-masing kubu masih terlihat berkonflik. Khususnya jelang rencana muktamar islah partai berlambang Ka'bah tersebut.
Pada pertengahan Februari nanti, DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz akan menggelar musyawarah kerja nasional (Mukernas). Salah satu yang akan dibahas, menurut Sekjen DPP PPP kubu Djan Faridz, Dimyati Natakusuma, ialah penyelenggaraan Muktamar islah.
Kata Dimyati, hal itu sudah diputuskan dalam rapat pleno DPP PPP sebelumnya. Ketua Umum Djan Faridz menurutnya diamanatkan untuk menggelar Muktamar yang akan menyatukan kubu Muktamar Jakarta dan kubu Muktamar Surabaya.
Dia mengklaim, hanya DPP versi Muktamar Jakarta yang berhak menyelenggarakan muktamar islah. Sebab, Dimyati melanjutkan, kepengurusan DPP hasil Muktamar Surabaya yang dipimpin Romahurmuziy, tak lagi memiliki legal standing.
“(Kubu Romi) sudah dinyatakan ilegal oleh Mahkamah Agung maupun pemerintah. Maka rapat pleno (DPP PPP) memberikan mandat ke Pak Djan Faridz untuk mengadakan (muktamar) islah,” ujar Dimyati Natakusuma saat dihubungi, Ahad (31/1).
Karena itu, penyelenggaraan mukernas nanti akan menjadi penting. Menurut Dimyati, suara Romy dan pengikutnya akan ditampung begitu mukernas islah diselenggarakan oleh kubu Djan Faridz. Secara aturan tata tertib, tak ada batasan dalam hal komposisi DPP. Sehingga, eksponen kubu Romi bisa menduduki jabatan tinggi di DPP PPP hasil muktamar tersebut.
Secara pribadi, dia melanjutkan, Djan Faridz sendiri sudah berkomunikasi dengan Romy. Dimyati melihat tidak ada halangan bagi Romi untuk mengikuti Muktamar islah yang akan diadakan kubu Djan. “(Romahurmuziy) bisa jadi waketum (wakil ketua umum). Bisa jadi apa saja. Yang penting, PPP islah,” kata anggota Komisi III DPR itu.
Dihubungi terpisah, Wakil Sekjen DPP PPP kubu Romi, Arsul Sani menegaskan, DPP PPP kubu Djan Faridz tak berhak menggelar muktamar. Dia menjelaskan, kepengurusan DPP PPP yang sah atau diakui negara sejauh ini adalah hasil Muktamar Bandung, yang sudah habis periodenya.
“Muktamar dalam rangka islah yang (sah) penyelenggaranya adalah kepengurusan PPP hasil Muktamar Bandung,” kata Arsul Sani dalam pesan singkatnya, Ahad (31/1).