REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Keputusan PPP kubu Djan Faridz untuk mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai belum tentu memuluskan islah antar kedua kubu. Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsudin Haris menjelaskan, yang mungkin terjadi justru sebaliknya.
“Belum tentu memuluskan islah. Karena islah hanya mungkin terjadi bila kubu Djan juga mendukung rencana muktamar yang direncanakan pengurus PPP hasil muktamar Bandung,” kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (31/1).
(Baca: Kubu Romy Sindir Kubu Djan Faridz Gabung ke Pemerintah).
Syamsudin menambahkan, sikap kubu Djan tak lebih dari manuver politik jangka pendek. Dia menjelaskan, kubu hasil muktamar Jakarta itu hanya ingin mendapatkan legal standing melalui SK Kementerian Hukum dan HAM.
Sebelumnya, putusan Mahkamah Agung (MA) mencabut keabsahan kepengurusan DPP PPP hasil muktamar Surabaya, yang dipimpin Romahurmuziy (Romi). Namun, setelah itu, Menkumham tak juga menerbitkan SK yang mengakui kepengurusan hasil muktamar Jakarta, hingga kini.
Lebih lanjut, kata Syamsudin Haris, kubu Djan Faridz ditengarai keluar status oposisi hanya agar ada orang-orangnya yang masuk ke dalam Kabinet Kerja. Apalagi, isu reshuffle jilid dua kian menguat di awal tahun ini.
“Dukungan terhadap pemerintah oleh kubu Djan hanya manuver politik agar diakui dan memperoleh posisi dalam pemerintahan Jokowi,” ujar Syamsuddin.Namun dia mengakui, dua kubu di internal PPP kini sama-sama berposisi mendukung pemerintah, dengan masuk ke dalam Koalisi Partai Pendukung Pemerintah (KP3).