Selasa 02 Feb 2016 12:19 WIB

Pemprov DI Yogyakarta Serahkan Eks Gafatar ke Kabupaten/Kota

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Andi Nur Aminah
Barang-barang eks Gafatar siap di angkut menuju daearahnya masing-masing di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR) Dinas Sosial Jabar di Cibabat, Kota Cimahi, Senin (1/2).
Foto: Republika/ Edi Yusuf
Barang-barang eks Gafatar siap di angkut menuju daearahnya masing-masing di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR) Dinas Sosial Jabar di Cibabat, Kota Cimahi, Senin (1/2).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pemprov DI Yogyakarta menyerahkan ratusan eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) pada pemerintah kabupaten/kota. Ada pun rinciannya meliputi Kota Yogyakarta 67, Bantul 49, Gunungkidul 16, dan Sleman 116 orang. 

Dalam pengarahan awalnya, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Setda DIY, Sulistyo berpesan agar para warga eks Gafatar bisa kembali ke daerah asal dengan semangat baru. "Mudah-mudahan ke depannya bapak-ibu bisa bersama-sama membantu pembangunan DIY," katanya saat ditemui di Youth Center DIY Mlati, Selasa (2/2). 

Ia meyakinkan para eks Gafatar bahwa pemerintah dan masyarakat di tempat asal akan menerima mereka dengan baik. Bahkan menurutnya, pemerintah berkewajiban untuk mencukupi kebutuhan dan jaminan keamanan hidup para warga eks Gafatar yang merupakan warga DIY.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Sosial (Dinsos) Sleman, Untoro Budiharjo menuturkan, para warga eks Gafatar yang telah diserahkan ke Pemkab akan dikumpulkan terlebih dulu di Balai Besar Latihan Ketransmigrasian (Balatrans) DIY di Jalan Tridadi, Sleman. Setelah itu mereka akan diserahkan pada kecamatan masing-masing. "Nanti setelah di kecamatan baru dapat pulang ke keluarga masing-masing," katanya. 

Sementara itu, eks Gafatar asal Babarsari, Caturtunggal, Depok, Sleman, Pargiat (67) mengaku senang bisa pulang ke Yogyakarta. Sebab di tempat asalnya, ia bisa bertemu kembali dengan istri dan tiga orang anaknya. Ketika memutuskan pergi ke Kalimantan, pria yang awalnya berprofesi sebagai penjahit permak jins itu hanya berangkat sendiri dan meninggalkan keluarganya di Yogyakarta.

Menurut Pargiat, keluarga sudah mengizinkan niatnya untuk bergabung bersama Kelompok Tani Pasir Jaya sejak awal. "Keluarga tahu kok saya pergi," paparnya. Pada saat keberangkatan ia pergi bersama temannya menggunakan kapal laut dengan ongkos Rp 290 ribu.

Pria kelahiran Bantul ini menceritakan, selama di Kalimantan ia hanya bercocok tanam. Bahkan saat permukiman bersamanya dibakar, tanaman yang ia budidayakan baru berusia beberapa pekan. Adapun motivasi Pargiat bergabung dengan Gafatar karena tertarik dengan nilai-nilai kebaikan yang dibawa oleh organisasi tersebut.

Banyak ajaran yang membuat Pargiat terkesan dengan Gafatar. Di antaranya larangan untuk berzina, mencuri, dan anjuran untuk berbuat baik. "Saya tertarik untuk buka lahan bersama teman-teman. Jadi saya ikut. Kalau ada program transmigrasi belum tentu ikut juga," katanya.

Beruntung, selama pergi ke Kalimantan, Pargiat tidak pernah menjual asetnya di DIY. Sehingga saat kembali ke Sleman, ia masih bisa bekerja kembali sebagai penjahit di rumah. Berbeda dengan rekan-rekannya yang sudah menjual seluruh harta untuk pergi ke Kalimantan. Sehingga saat kembali ke daerah asal, mereka kebingungan.

Warga eks Gafatar yang beralamat di Caturtunggal, Depok, Sleman, Budi (35) menyampaikan, semua mantan pengikut Gafatar tidak selalu kabur dari rumah tanpa izin keluarga. "Buktinya saya dapat izin dari pemerintah secara baik-baik. Makanya jangan digeneralisir kepergian kita ke Kalimantan itu sebagai sesuatu yang negatif," tuturnya. 

Menurutnya kegiatan membuka lahan di Kalimantan juga merupakan hal positif. Ada pun tanaman yang dibudidayakan di sana berupa palawija dan sayuran, seperti terong, jangung, dan kacang-kacangan. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement