REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Selasa (2/2). Mereka menyampaikan hambatan yang ditemui pengusaha bidang hutan dalam menjalankan usahanya di Indonesia.
Salah satu pengusaha, Erlangga Hartarto, mengeluhkan aturan dari Kementerian Perdagangan soal Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK). Menurutnya, peraturan menteri perdagangan (Permendag) soal sertifikat SVLK yang beberapa kali mengalami perubahan membuat mitra mereka di negara-negara Eropa menjadi kebingungan.
"Akibatnya walau kita punya sertifikat SVLK, di sana tetap diperiksa ulang," ucap Erlangga yang didampingi Menteri Perindustrian Saleh Husin.
Karena ada verifikasi ulang tersebut, pengusaha Indonesia harus menanggung biaya tambahan 20 dolar AS per kontainer. Tak hanya itu, verifikasi ulang juga memakan waktu yang lama. Untuk itu, dia berharap pemerintah dapat membenahi persoalan SVLK tersebut agar tidak menghambat industri.
SVLK merupakan peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal di Indonesia.
Sistem verifikasi legalitas kayu diterapkan untuk memastikan agar semua produk kayu yang beredar dan diperdagangkan memiliki status legalitas yang meyakinkan. Konsumen di luar negeri pun tidak perlu lagi meragukan legalitas kayu yang berasal dari Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Saleh Husin menyebut industri hutan, kertas, dan bubur kertas menghasilkan devisa untuk negara hampir 6 miliar dolar AS per tahun. Sementara tenaga kerja yang terserap dalam industri ini jumlahnya mencapai 2,1 juta orang.
Baca juga: Menperin Siapkan Insentif untuk Industri Kertas