REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- World Hijab Day atau Hari Hijab Internasional yang diperingati Senin (1/2) lalu merupakan momentum baik untuk menunjukkan pada dunia bahwa Islam dan hijab bukanlah hal yang tepat untuk diidentikkan dengan kekerasan dan terorisme.
Ustadz Hasan Basri Tanjung menegaskan hal itu ketika dihubungi Republika.co.id pada Selasa (2/2). Menurutnya, Hari Hijab Internasional patut diapresiasi, terutama untuk mereka yang berhijab di daerah Islam merupakan minoritas, ketika hijab bukan hal lumrah bahkan harus dipertahankan dengan rela terintimidasi orang-orang tak bertanggung jawab.
“Dengan adanya perkembangan baru berupa Hari Hijab Internasional menunjukkan eksistensi muslim dan muslimah, dan ini penting disuarakan. Apalagi kita berhadapan dengan diskriminasi internasional,” ujar Ketua Yayasan Dinamika Umat, saat dihubungi Republika.co.id.
“Tunjukkan kepada dunia tetaplah pegang prinsip keIslaman dengan hijab. Hijab itu simbol keramahan, simbol kasih sayang, simbol kedamaian. Orang yang berhijab itu penuh dengan kasih sayang,” lanjut Dosen Unida Bogor ini.
Tidak hanya itu, kata dia, dengan hijab dapat diperlihatkan bahwa umat Islam adalah orang-orang yang mampu menghargai kemuliaan diri sendiri dan orang lain. Hijab, menutup aurat wanita, bukti bahwa Muslimah menghormati kemuliaannya sendiri, dan orang yang dapat menghormati kemuliaannya sendiri tentu dapat menghargai kemuliaan orang lain. Dalam ajaran Islam, hijab merupakan ekspresi memuliakan diri sendiri dan memuliakan orang lain.
World Hijab Day dirayakan tiap 1 Februari, sejak tahun 2013, setelah dicetuskan Muslimah asal New York, Nazma Khan. Dalam perayaan yang ramai di media sosial tersebut, Muslimah berhijab dari penjuru dunia berbagi kisah hijab mereka, terutama yang mengalami diskriminasi akibat mengenakan identitas Muslim yang menutupi aurat mereka tersebut.