REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang 2015 lalu, impor premium oleh PT Pertamina (persero) masih di atas 50 persen. Angka ini masih lebih besar dibanding nilai impor bahan bakar minyak (BBM) jenis lainnya.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Sucipto mengakui Indonesia memang masih menjadi pengimpor energi yang besar dalam produksi migas.
"Premium masih diimpor di atas 50 persen, lalu untuk solar sudah lebih banyak berkurang impornya, 2015 ini masih ada impor 10 persen, tapi nanti kalau sudah ada implementasi Solar 20 persen atau B20, kita tidak pelu lagi impor, kemudian Pertamax kita juga masih impor sehinga ini menjadi tantangan ke depan," ujar Dwi saat rapat dengar pendapat dengan komisi VII, Selasa (2/2).
Dwi menambahkan, perusahaan juga memiliki tugas tambahan untuk mendistribusikan BBM ke seluruh daerah di Indonesia. Dwi memandang perihal pola distribusi minyak ini merupakan tantangan yang perlu dihadapi dengan serius oleh Pertamina.
"Pertamina mendapatkan tugas yang cukup ruwet, distribusi di Indonesia yang merupakan kepulauan yang besar melalui perairan dan cuaca yang buruk, lalu melalui sungai dan dataran tinggi," katanya menjelaskan.
Selain itu, Dwi juga memaparkan Pertamina sudah berhasil menyalurkan sebanyak 63 miliar liter BBM per tahun dengan armada 2856 mobil tanki. "Pada 2015, penguatan retail di pemasaran juga telah tersedia di 2.100 SPBU," katanya.