Selasa 02 Feb 2016 20:23 WIB

DPR Pertanyakan Melambungnya Harga Jagung dari Rp 2000 menjadi Rp 7000

 Pedagang menyusun jagung yang baru tiba dari Sukabumi untuk dijual di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (19/1).  (Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pedagang menyusun jagung yang baru tiba dari Sukabumi untuk dijual di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (19/1). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA —  Ketua Komisi IV DPR RI Edy Prabowo menyayangkan buruknya data komoditas pangan seperti jagung yang dimiliki oleh Kementerian Pertanian. Kondisi itu membuat harga jagung melambung tinggi dan berdampak pada pasokan pakan ternak.

 “Kenapa kondisi ini bisa terjadi. Kementan yakin bisa surplus jagung tahun ini. Apa langkahnya benar atau gimana? Kok tiba-tiba sekarang ada pengaruh begitu ekstrem. Tiba-tiba harga jagung naik dari Rp 2000 ribu menjadi Rp 7000 per kilogram,” ujar Edy Prabowo dalam rapat dengar pendapat dengan Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti, Direktur Jenderal (Dirjen) Tanaman Pangan Hasil Sembiring, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Muladno, Kepala Badan Karantina Banun Harpini, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) FX Sudirman dan sejumlah ketua asosiasi perunggasan di ruang rapat komisi IV, Kompleks parlemen Senayan Jakarta, Selasa (2/2).

Edy  pun mempertanyakan data dirjen Tanaman Pangan terkait produksi jagung.  Tidak jelasnya data itu dituding sebagai penyebab mahalnya harga komoditi itu.

“Produksi jagung yang dilaporkan ke kita kalau benar ada 20 juta ton dan bila sesuai target bisa 24 juta ton. Kebutuhan pigmill (pabrik pakan ternak) hanya 7 juta ton saja. Trus dimana jagung itu. Kenapa mahal seperti sekarang?” tanyanya.

Hal yang sama juga dikatakan anggota Komisi IV DPR, Daniel Johan. Menurutnya, hilir dari polemik jagung impor yang tak kunjung diuraikan adalah pada keraguan data yang dipakai pemerintah sebelum memutuskan kebijakan.

"Sebenarnya data di lapangan itu bagaimana. Kalau datanya morat-marit kayak begini, yah perencanaan jadinya ngaco, rakyat yang jadi korban,” kataya.

Kementan, kata Daniel, selalu mengatakan produksi jagung Rp 22,8 juta ton.sementara Kebutuhan jagung nasional sebesar 21,4 juta ton.

“Kebijakan yang diambil berdasarkan data yang keliru ini pula yang terlihat dari naiknya harga jagung secara tiba-tiba pasca dilarangnya impor jagung. Rentet kebijakan yang benar atau datanya yang ngaco. Harus dipikirkan bagaimana kita dapat data yang lebih aktual dan faktual ?” katanya.

Hal yang sama dikatakan Wakil Ketua Komisi IV Viva Yoga. Masalah impor komoditi pangan tidak hanya saat ini saja terjadi.

 “Ada sesuatu yang salah dari suatu kebijakan jagung ini. Kalau beras ada HPP ( Harga Pembelian Pemerintah).  Harga Jagung belum dan diserahkan ke pasar,” katanya.

Ia meminta pemerintah untuk berhati-hati memberikan pernyataan ke publik atas kelangkaan dan tingginya harag jagung saat ini.

“Ini harus hati-hati betul. Ada rapat Kemendag jagung itu tidak illegal. Kita minta pemerintah jangan asal sebuat illegal. Pemerintah jangan bikin suatu kebijakan yang bisa membawa polemik di public,” tambahnya.

Politisi PAN itu meminta ke depan pemerintah buat HPP untuk jagung dan kedelai sebagaimana beras. Hal itu untuk memastikan pengendalian pasokan dan harga.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement