Selasa 02 Feb 2016 22:01 WIB

DPR Minta Mendag Revisi Peraturan Impor Garam

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Karta Raharja Ucu
Sejumlah petani garam mengeruk garam saat panen raya di Desa Kaliwlingi, Brebes, Jawa Tengah, Selasa (10/11).
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Sejumlah petani garam mengeruk garam saat panen raya di Desa Kaliwlingi, Brebes, Jawa Tengah, Selasa (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR RI, Rofi Munawar meminta Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Lembong mengevaluasi Peraturan Mendag (Permendag) Nomor 25/M-DAG/Per/12/2015 tentang impor garam. Sebab, ia menilai, peraturan tersebut akan menghancurkan harga dan produksi garam lokal.

"Sehingga, dengan keluarnya regulasi ini, semakin melegitimasi impor pangan tidak bisa terhindarkan di tahun 2016," kata dia berdasarkan keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (2/2).

Menurut Rofi, keberadaan peraturan tersebut membuktikan belum ada kebijakan pemerintah yang secara serius meningkatkan kesejahteraan para petani garam.

Sebelumnya, Permendag nomor 125/M-DAG/Per/12/2015 secara efektif akan berlaku pada tanggal 1 April 2016. Peraturan tersebut merupakan pengganti Permendag nomor 88/M-DAG/PER/10/2015 tentang ketentuan Impor Garam.

Dalam peraturan terbaru ini, dijelaskan tidak ada kewajiban importir untuk menyerap garam rakyat. Kemudian, tidak ada ketentuan mengenai harga pembelian pemerintah (HPP). Serta, tidak ada ketentuan pembatasan waktu untuk impor garam.

Rofi menilai, jika tata niaga garam dibiarkan timpang, maka Indonesia tidak akan pernah mampu menjadi produsen garam yang unggul. "Sudah secara teknologi tertinggal, dalam pemberian insentif juga seringkali salah sasaran, ujarnya.

Menurut Rofi, jika dilihat secara jangka panjang, kebijakan Mendag akan meminggirkan peran petani dalam memenuhi kebutuhan konsumsi garam lokal. Sebab, tidak ada jaminan, importir akan menyerap garam lokal dengan harga yang pantas.

Rofi berharap, Mendag segera mengevaluasi regulasi dimaksud yaitu, dengan memverifikasi antara data konsumsi garam secara nasional dan kuota yang dibutuhkan. Menurutnya, kecukupan garam nasional, dapat menunjang industri olahan, seperti pengalengan makanan-minuman, pengolahan ikan, pengawetan makan, dan industri lainnya.

"Pemerintah perlu sadari pengolahan garam yang ada masih menggunakan teknologi sederhana yang bergantung kepada kondisi cuaca. Namun, seharusnya dilakukan pemberdayaan secara serius oleh pemerintah agar menghasilkan kualitas garam yang baik," ucap dia memaparkan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement