Rabu 03 Feb 2016 17:24 WIB

'Bukan Miliki Paham Radikal, Tapi Berpotensi Radikal'

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Damanhuri Zuhri
Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin
Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama, Kamaruddin Amin, mengatakan pihaknya telah lama berkomunikasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terkait pondok pesantren yang teridentifikasi berpotensi memiliki paham radikalisme.

Mereka bahkan telah lebih dulu melakukan pembinaan karena memiliki daftar pesantren tersebut lebih dulu. "Pesantren-pesantren ini hanya berpotensi radikal bukan memiliki paham radikal," ungkap Kamaruddin kepada Republika, Rabu (3/1).

Kamaruddin mengaku telah melakukan pembinaan bersama Mahkamah Konstitusi untuk memberikan wawasan kewarganegaraan. Bahwa selain sebagai umat muslim, kita juga memiliki kewajiban sebagai warga negara untuk tetap membela Tanah Air.

Selain upaya tersebut, Kemenag juga mengupayakan untuk melakukan definisi profil pesantren yang berpotensi radikal. Mereka melakukan penelitian tentang kurikulum yang digunakan untuk pesantren, siapa saja yang memiliki potensi berpaham radikal, siapa yang berada di belakang, dan siapa yang membiayai.

Untuk menangani masalah ini, ia mengaku tidak mudah. Perlu komunikasi persuasif dan upaya produktif terus menerus. Saat ini pesantren berpotensi radikal hanya dapat dihitung jari. Karena di Indonesia mayoritas pesantren hingga 99,9 persen adalah pesantren moderat.

Pihaknya mengakui ada beberapa pesantren yang memiliki jaringan dengan lembaga internasional. Tidak memungkiri mereka yang berafiliasi dengan jaringan internasional lebih banyak berpotensi radikal karena mendapat donatur.

Sejak awal mereka terindentifikasi Kemenag telah berkomunikasi secara intensif. Sehingga meski mendapat donasi dari luar tetapi mereka harus tetap mempertahankan kurikulum berbasis Islam moderat.

Kamaruddin membenarkan 19 pesantren tersebut berada di empat kota yang pernah disebut BNPT seperti Solo, Boyolali, Ambon dan Poso. Dia menekankan pesantren tersebut belum bisa dikatakan menganut paham radikal hanya berpotensi.

 

Potensi radikalisme ini bisa saja berasal dari berbagai sumber. Bisa saja gurunya yang menyebarkan, atau kurikulumnya melalui kitab-kitab yang diajarkan.

Namun potensi menyebar kepada santri juga sangat terbuka. Tetapi mereka biasanya mendapatkan ini saat di dalam pesantren bukan sebelum masuk pesantren.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement