REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi V DPR, Fary Djemy Francis mengatakan, komisinya tidak pernah diikutsertakan dalam pembahasan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Dia menduga, ini karena Presiden Joko Widodo selalu menyatakan bahwa proyek ini tidak melibatkan APBN, tapi skema business to busines.
“Tapi dalam aturan itu, PT KCIC meminta seandainya terjadi mangkrak atau gagal, maka pemerintahlah yang harus ambil alih dan bertanggungjawab. Itu artinya mau tidak mau, APBN akan turun tangan. Ini yang tidak sesuai kesepakatan awal,” katanya kepada Republika.co.id, Rabu (3/2).
Soal izin pembangunan yang belum keluar hingga saat ini, Fary menyatakan Kemenhub seharusnya melibatkan Komisi V terkait terkait izin kereta cepat.
Dalam rapat kerja dengan Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu, Komisi V sudah mempertanyakan pembangunan kereta cepat kepada Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Termasuk, Kemenhub yang belum mengeluarkan izin konsesi dan izin pembangunan kereta cepat. Saat itu, Jonan mengakui karena ada beberapa pra-syarat yang menyimpang dan tidak sesuai kesepakatan awal.
Selain itu, alasan mendasar kenapa izin belum dikeluarkannya adalah analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) haruslah lengkap. Berdasarkan catatan itu, sebagian besar Komisi V pun meminta Menteri Perhubungan mengkaji ulang sebelum mengeluarkan surat izin konsesi dan pembangunan.
“Jangan sampai masyarakat dan negara dirugikan,” kata politikus dari Partai Gerindra ini.