Kamis 04 Feb 2016 03:50 WIB

Surat dari Wali Allah

Salah satu bacaan dalam kitab maulid Simtud Durar
Foto: istimews
Salah satu bacaan dalam kitab maulid Simtud Durar

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Abdullah Sammy

Waktu kala itu jatuh tepat di hari Jumat 17 November 1843. Di salah satu sudut Kota Qasam, Hadramaut, Yaman, seorang bayi lahir dari rahim Alawiyyah binti Hussin bin Ahmad al-Hadi al-Jufri.

Ayah dari bayi itu adalah mufti Makkah bernama Alhabib Muhammad bin Hussin al-Habsyi. Didikan luhur dari ayah dan ibunda membuat bayi ini tumbuh menjadi salah satu tokoh besar dalam perkembangan Islam di dunia, khususnya Indonesia.

Bayi itu diberi nama Ali bin Muhammad bin Hussin al-Habsyi. Sekitar 68 tahun setelah kelahirannya, Alhabib Ali bin Muhammad bin Hussin al-Habsyi melahirkan sebuah kitab maulid yang termasyhur, Simtud Durar. Kitab Simtud Durar mengisahkan perjalanan hidup Rasulullah, Muhammad SAW, yang penuh kedamaian dan sopan santun.

Hingga 104 tahun setelah wafatnya Alhabib Ali, bacaan maulid Simtud Durar terus digemakan jutaan umat muslim dunia, khususnya di Eropa, Afrika, hingga Indonesia.

Pada Ahad (31/1), untaian kalimat maulid Simtud Durar menggema di jantung Kota Solo, Jawa Tengah. Sekitar 150 ribu umat membacakannya.

Sebanyak 150 ribu umat itu sengaja datang ke Masjid Riyadh di Jalan Kapten Mulyadi, Solo, demi memperingati haul dari sang periwayat Simtud Durar, Habib Ali. Nyatanya Kota Solo punya kaitan langsung dengan salah satu wali Allah itu.

Sebab, dua dari lima putra Alhabib Ali bin Muhammad al-Habsyi memutuskan hijrah ke Solo guna melanjutkan jalan perjuangan sang ayah. Kedua putra Habib Ali itu adalah Habib Ahmad bin Ali al-Habsyi dan Habib Alwi bin Ali al-Habsyi.

Keduanya bahu-membahu untuk mengembangkan ajaran Islam yang penuh damai dan sopan santun. Perjuangan itu pun diteruskan oleh anak Habib Alwi, Habib Anis bin Alwi bin Ali al-Habsyi.

"Habib Ahmad meninggal pada usia muda dan dimakamkan di Solo. Habib Alwi meninggal pada 1953. Putra Habib Alwi, Habib Anis yang baru berusia 24 tahun, merasa harus meneruskan jejak ayahnya dan Habib Ali. Alhamdulillah ajaran itu berkembang," kata salah satu kerabat keluarga besar Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, Habib Mustafa Mulahela saat berbincang dengan Republika, pekan ini.

Warisan Habib Ali yang menekankan syiar Islam yang penuh sopan satun dan kedamaian ini terus dilanjutkan oleh Habib Anis bin Alwi al-Habsyi. Dengan sifatnya yang penuh kasih, Habib Anis menginspirasi warga Solo hingga ke seluruh pelosok Indonesia.

"Habib Anis memiliki ahlaq yang sangat mulia. Dia dijuluki smiling habib karena sifatnya yang luhur dan ramah pada setiap orang tanpa terkecuali," kata Habib Mustafa.

Namun, pada 2006 Habib Anis meninggal dunia. Publik Solo dan Indonesia sangat kehilangan terhadap sosok ulama yang memegang teguh ahlaq mulia. Ahlaq ini yang jadi warisan utama ayahnya, Habib Alwi, kakeknya Habib Ali, hingga leluhurnya, yakni baginda yang mulia Rasulullah.

"Selepas wafatnya Habib Anis, jalan perjuangan diteruskan oleh anaknya Habib Alwi bin Anis bin Alwi bin Ali al-Habsyi. Pada 2015 lalu Habib Alwi wafat," kata Habib Mustafa.

Walau Habib Ali, Habib Alwi bin Ali, Habib Anis, hingga Habib Alwi bin Anis telah wafat, namun warisan ajaran luhur dari keluarga periwayat Simtud Durar tak berhenti. Kini adik dari Habib Alwi bin Anis, yakni Habib Hasan bin Anis bin Alwi bin Ali al-Habsyi yang melanjutkan perjuangan di jalan Allah.

Pada Sabtu (30/1) dan Ahad (31/1), jalan perjuangan dari keluarga periwayat kitab Simtud Durar kembali dikenang oleh jutaan umat di seluruh dunia. Sebab hari itu tepat 104 tahun hijriah setelah berpulangnya periwayat kitab Simtud Durar, Habib Ali bin Muhammad bin Hussin al-Habsyi.

Habib Ali yang wafat Sabtu 6 Maret 1915 di Kota Seiwun Yaman meninggalkan sebuah warisan utama kitab Simtud Durar. Kitab yang berisi jalan hidup Rasulullah yang penuh ahlaq dan kedamaian. Suratan kisah Islami yang damai dan berahlaq ini yang merupakan warisan Habib Ali pada keluarga maupun umat manusia.

Walhasil, sebanyak 150 ribu umat di Solo datang ke haul Habib Ali bin Muhammad bin Hussin al-Habsyi tak hanya sebatas seremoni belaka. Sebab, seperti dikatakan ulama Yaman, Habib Abubakar Adni, datang ke Haul Habib Ali ibarat membuka surat yang dititipkan wali Allah.

"Kita datang ke sini ibarat menerima sebuah surat yang berisi catatan perjalanan hidup salah satu wali Allah. Jadi tugas kita bukan sebatas membaca surat itu, tetapi mengikutinya."

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement