REPUBLIKA.CO.ID, BRISBANE -- Gereja Anglican Australia akan menawarkan tempat berlindung bagi pencari suaka yang menghadapi ancaman deportasi ke Nauru. Penawaran ini muncul seiring tekanan pada Menteri Imigrasi Peter Dutton untuk mengizinkan pencari suaka tetap berada di Australia.
"Hal ini bertentangan dengan kepercayaan kami, sehingga komunitas gereja akan bertindak, meski ada kemungkinan mereka melawan kami," kata Pejabat Tinggi Gereja Brisbane, Peter Catt, dikutip BBC pada Kamis (4/2).
Menurutnya, gereja-gereja memiliki tempat perlindungan bagi pengungsi yang menghindari pasukan brutal dan penindas. Catt juga mengatakan para pencari suaka akan menghadapi trauma dan pelecehan jika dideportasi.
Sementara, Menteri Dutton menegaskan bahwa mereka yang dideportasi tidak akan diperlakukan dengan kasar. "Kami akan bekerja secara sendiri-sendiri untuk setiap kasus," kata dia.
Rabu lalu, Pengadilan Tinggi mengeluarkan kebijakan untuk mengirim pencari suaka ke pusat penahanan pengungsi di Nauru. Di bawah kebijakan ini, 267 pencari suaka, termasuk 37 bayi akan menghadapi deportasi.
Menurut laporan komisi HAM Australia, 95 persen anak-anak yang ditahan di pusat penahanan Wickham Point, Darwin menunjukan risiko gangguan stress pascatrauma. Dokter yang menulis laporan menyebut anak-anak adalah yang paling rentan trauma.
"Kami sangat terganggu dengan jumlah anak-anak muda yang menunjukan niat untuk menyakiti diri dan berbicara secara terbuka tentang bunuh diri," kata Dr Hasantha Gunasekera.
Profesor Gillian Triggs, presiden Australian Komisi Hak Asasi Manusia, menyerukan Australia untuk menegakkan kewajiban perjanjian internasional untuk melindungi masyarakat yang rentan. PBB juga menyatakan keprihatinan dan mendesak Dutton untuk menahan pengiriman individu yang bersangkutan ke Nauru.