REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta -- Kementerian Perhubungan menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 9 tahun 2016 tentang Kriteria dan Penyelenggaraan Kegiatan Angkutan Udara Perintis.
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub J. A. Barata mengatakan, penetapan kriteria dan penyelenggaraan Angkutan Udara Perintis dilakukan guna mewujudkan angkutan perintis udara yang dapat menghubungkan daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi lain serta mendorong pertumbuhan dan pengembangan wilayah guna mewujudkan stabilitas, pertahanan dan keamanan negara.
Penyelenggaraan angkutan perintis merupakan wujud kehadiran negara terhadap masyarakat sesuai dengan Nawa Cita pertama, dan merupakan bagian dari fokus kerja Kementerian Perhubungan dalam rangka meningkatkan keselamatan, kapasitas sarana dan kualitas pelayanan transportasi di Indonesia.
Barata menjelaskan, peraturan yang telah diundangkan mulai 27 Januari itu merupakan pembaruan dari Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara Tahun 2010 Nomor SKEP/21/I/2010, yang mengatur beberapa hal meliputi, jenis kegiatan angkutan udara perintis, kriteria rute perintis, penyelenggaraan angkutan udara perintis, pelaksanaan angkutan udara perintis, evaluasi rute perintis, serta kewajiban penyelenggara angkutan perintis.
"Angkutan udara perintis terdiri dari Angkutan udara perintis penumpang dan angkutan udara perintis kargo," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (5/2).
Sebelum ditetapkan sebagai sebuah rute perintis, sekurang-kurangnya jalur tersebut memenuhi kriteria fungsi keperintisan, antara lain untuk menghubungkan daerah terpencil, tertinggal dan belum terlayani oleh moda transportasi lain, dan secara komersial belum menguntungkan, untuk mendorong pertumbuhan dan pengembangan wilayah, dan untuk mewujudkan stabilitas pertahanan dan keamanan negara. Seperti contohnya di daerah perbatasan.
Barata melanjutkan, penetapan usulan kegiatan angkutan udara perintis harus memenuhi ketentuan dan tahapan seperti penetapan usulan membuka kegiatan angkutan udara perintis diawali usulan dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang telah berkoordinasi dengan kantor Otoritas Bandara, Unit Pelaksana Bandar Udara, dan Pemerintah Daerah setempat kepada Dirjen Perhubungan Udara, Melampirkan data-data dukung seperti surat pernyataan dari KPA, usulan rute perintis dan data dukung lainnya terkait data aksesibilitas dan potensi daerah tersebut.
"Pelaksanaan angkutan udara perintis dilakukan oleh badan usaha angkutan udara niaga (maskapai) setelah melalui proses lelang yang dilakukan oleh pemerintah (Kemenhub)," lanjutnya.
Dalam melaksanakan pelayanan jasa angkutan udara perintis, lanjutnya, maskapai mendapatkan subsidi dari pemerintah berupa subsidi biaya operasi angkutan udara, subsidi bahan bakar minyak di lokasi bandara yang tidak memiliki depo pengisian bbm, serta kompensasi berupa pemberian rute lain di luar rute perintis bagi maskapai tersebut.
Untuk melakukan kegiatan angkutan udara perintis, badan usaha tersebut harus memenuhi syarat-syarat seperti memiliki izin usaha angkutan udara niaga atau bukan niaga yang diterbitkan Dirjen Perhubungan Udara yang masih berlaku, memiliki Air Operator’s Certificate (AOC) atau Operator Certificate (OC) yang masih berlaku, tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan, dan tidak sedang mengalami sanksi pidana, memiliki pesawat udara paling sedikit 1 unit dan pesawat cadangan yang laik udara untuk mendukung operasional penerbangan perintis dengan sepsifikasi yang telah ditentukan, dan wajib menunjukkan Surat Izin Angkutan Udara Niaga (SIUAN) dan surat Izin Angkutan Udara Bukan Niaga (SIKAUBN) yang masih berlaku.
"Evaluasi rute perintis dilakukan sekurang-kuranganya 1 tahun sekali oleh Dirjen Perhubungan Udara, KPA, UPBU atau Pemerintah Daerah. Hasil evaluasi berupa: penetapan kembali rute perintis tersebut, atau penghapusan rute perintis karena dianggap sudah bisa menjadi rute komersial," katanya menambahkan.