Jumat 05 Feb 2016 12:06 WIB

Solo Tolak Transmigrasi Eksklusif Eks Gafatar

Rep: Edy Setiyoko/ Red: Andi Nur Aminah
Anak-anak pengungsi eks-Gafatar bermain di Gedung Pusat Olahraga Persahabatan Korea Indonesia (POPKI), Cibubur, Jakarta Timur, Jumat (29/1).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Anak-anak pengungsi eks-Gafatar bermain di Gedung Pusat Olahraga Persahabatan Korea Indonesia (POPKI), Cibubur, Jakarta Timur, Jumat (29/1).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pemerintah Kota (Pemkot) Solo menolak program transmigrasi bagi eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang diwacanakan pemerintah pusat. "Ide itu rentan menimbulkan konflik baru, jika pemerintah pusat tidak cermat menggulirkan program," tuturSumartono Kardjo, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Solo, Jumat (5/2).

Sumartono menyatakan menolak transmigrasi bagi anggota eks Gafatar jika dilakukan secara eksklusif. Menurut dia, hal itu bisa menimbulkan persoalan baru di daerah transmigran. Menurutnya, transmigrasi anggota Gafatar mestinya menyatu dengan program transmigrasi lain. "Jangan sampai ada embel-embel transmigrasi eks Gafatar. Hal ini bisa memicu penolakan warga di lokasi transmigrasi sana," ujar Sumartono serius.

Sumartono mengatakan, konsep transmigrasi mantan pengikut Gafatar masih menjadi perdebatan alot di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Pihaknya mengaku, sudah mengirim surat berisi penolakan transmigrasi eksklusif eks Gafatar. 

Di Kota Solo tercatat ada belasan mantan pengikut organisasi Gafatar. Mereka sudah dipulangkan setelah ditampung selama sepekan di Asrama Haji Donohudan, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali. "Kalau memang ada program transmigrasi bagi eks Gafatar, ya bergabung dengan transmigrasi reguler. Jangan sampai ada program transmigrasi eksklusif, khusus bagi mereka," ujarnya.

Tahun ini, Dinsosnakertrans memperkirakan bakal mendapat jatah 10 transmigran. Kawasan di Kalimantan Utara dibidik untuk menjadi tempat tinggal baru warga. Menurut Sumartono, pusat mestinya menambah kuota transmigran jika eks Gafatar ditarik mengikuti transmigrasi.

Idealnya, Sumartono menyatakan kuota itu ditambah apalagi saat ini masih ada 70 warga yang mengantre untuk transmigrasi. Tambahan kuota bisa untuk menampung warga eks Gafatar. Mereka bisa bergabung dengan peserta program transmigrasi reguler lain.

Dia mengatakan Dinsosnakertrans tak akan menganak emaskan eks Gafatar dalam program transmigrasi. Sumartono menyebut, syarat utama seperti beridentitas Solo harus tetap dipenuhi calon transmigran.

"Kalau anggota Gafatar berada di luar Solo, lebih dari dua tahun, biasanya identitas KTP sudah berubah. Identitas itu harus dicabut dulu. Baru kemudian daftar KTP Solo lagi," ujarnya.

Anggota DPRD, Sugeng Riyanto, mendorong ada program riil bagi mantan pengikut Gafatar. Dia menyarankan, pemkot menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memberi pencerahan dan pemahaman agama kepada eks anggota Gafatar. "Pemkot juga mesti memberi rumah singgah, jika mereka memang tak memiliki tempat tinggal," ujarnya.

Wakil Ketua DPRD, Abdul Ghofar Ismail, mendorong warga menerima eks Gafatar tanpa perlu curiga berlebihan. Mereka tak perlu kecil hati untuk berbaur dengan masyarakat. "Bersikap biasa saja bergabung, bermasyarakat kembali. Jangan mengucilkan diri," katanya. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement