REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Kuasa hukum korban dari terdakwa penyidik KPK Novel Baswedan memita KPK tidak mencampuri bahkan membantunya terlalu jauh.
Kuasa hukum dari pihak korban, Yuliswan di Bengkulu, Jumat, mengatakan kasus hukum yang sedang dihadapi Novel merupakan pidana murni sebagai pribadi semasa di bertugas di kepolisian, bukan saat dia bertugas di KPK.
"Kalau mereka meminta suaka ke KPK dan dibantu, kami yang rakyat biasa mau mengadu ke siapa? ke Tuhan?," kata dia.
Jika KPK membantu Novel Baswedan dalam menyelesaikan kasus hukum pribadi, kata Yuliswan hal itu akan menjadi preseden buruk bagi rakyat. Artinya dengan memiliki jabatan dapat memudahkan menyelesaikan permasalahan.
"Hukum itu bertujuan menegakkan keadilan, kalau seperti ini tidak adil untuk masyarakat, apalagi mereka orang-orang yang mengerti hukum," katanya.
Sementara keluarga korban, kata dia, juga menginginkan keadilan dalam penyelesaian kasus yang melilit Novel Baswedan. "Seperti korban Didi Nuriadi. Dia tidak salah, tapi tetap dipaksa mengaku dengan cara pemukulan, setrum dan ditembak," kata Yuliswan.
Padahal para tersangka lain sudah menjelaskan tidak mengenal Didi dan telah menyatakan bahwa korban bukan termasuk rombongan atau kelompok yang mencuri sarang walet pada saat itu. "Didi, saat itu sedang menggantikan bapaknya menarik ojek menjemput langganannya, dan ditangkap," ujarnya.
Novel Baswedan menjadi terdakwa perkara penganiayaan berat terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004, sewaktu menjabat Kasat Reskrim Kepolisian Resor Kota Bengkulu. Novel didakwa dengan pasal 351 dan 422 Kitab Undang-undang Hukum Pidana terkait penganiayaan berat.
Sedangkan pasal 422 tentang menggunakan sarana atau paksaan, baik untuk memeras pengakuan atau mendapatkan keterangan. Rencananya Pengadilan Negeri Bengkulu akan menggelar sidang pertama Novel Baswedan pada 16 Februari 2016. Lima hakim telah ditunjuk dalam persidangan kasus tersebut.