REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) dari sejumlah perusahaan asing, bukan disebabkan oleh melemahnya perekonomian nasional.
"Jadi semua aksi korporasi yang terjadi itu bukan karena ekonomi melemah. Pasar kita masih cukup bagus untuk hal-hal tertentu. Gelombang PHK itu kan sudah lama, itu ada bukan karena ekonomi secara keseluruhan," katanya.
JK melanjutkan, tren PHK tersebut terjadi di bidang ekonomi tertentu, seperti pertambangan. Ia mencontohkan perekonomian di bidang pertambangan menjadi salah satu industri yang memberhentikan pekerjanya akibat turunnya harga komoditas di industri tersebut.
Turunnya harga komoditas itu menyebabkan produk-produk alat berat dan transportasi terkait juga menurun pembeliannya.
"Itu ada hubungannya kemudian dengan Ford (tutup), karena mobil Ford itu kecil penjualannya, karena umumnya dipakai di daerah-daerah berat, daerah pertambangan. Jadi ya turun daya belinya," jelasnya.
Selain itu, terkait PHK terhadap ribuan karyawan dari PT Panasonic Gobel Indonesia, Wapres mengatakan hal itu terjadi karena ada efisiensi dan restrukturisasi terhadap perusahaan milik mantan menteri perdagangan Rahmat Gobel tersebut.
"Itu karena (pabrik Panasonic) inefisien, lampunya diganti produksinya, maka pabriknya diefisienkan dan digabung, itu saja (sebabnya)," ujarnya.
Sejumlah perusahaan elektronik asal Jepang dan Korea dikabarkan menutup kantor pabrik perwakilannya di Indonesia sehingga menyebabkan ribuan buruh pabrik di Tanah Air terancam diputus hubungan kerja dan menganggur.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia mencatat jumlah tenaga kerja yang terkena PHK itu antara lain 1.700 orang dari PT Panasonic, 970 orang dari PT Toshiba, 1.000 orang Panasonic Lighting Cikarang-Bekasi, 1.200 orang dari PT Samoin dan 500 orang dari PT Starlink.
Pemerintah berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi di Tanah Air supaya perusahaan-perusahaan meminimalkan pemberhentian tenaga kerja.
"Kami mengusahakan ekonomi tetap berjalan sehingga PHK itu berkurang, kalau perlu justru dibutuhkan tenaga kerja baru. Ekonomi digerakkan ke atas lebih baik lagi dan pertumbuhan juga lebih tinggi lagi," jelasnya.