REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat sepak bola Anton Sanjoyo memandang perlu pemerintah melakukan pembenahan sepak bola nasional dari "akar" atau sejak masa pembinaan pemain usia muda.
"Pemain sepak bola Indonesia itu sudah rusak dari kecil, dan terkadang disebabkan oleh orang tua mereka," katanya dalam diskusi "Memaksimalkan Potensi Sepak Bola Indonesia Menuju Era Sepak Bola Industri" yang berlangsung di Kemenpora, Jakarta, Jumat (5/2).
Sanjoyo menerangkan kondisi sebagian besar sekolah sepak bola dalam negeri yang masih belum dapat mandiri, membuat sejumlah orang tua harus ikut menyumbangkan finansial mereka ketika anaknya berpartisipasi dalam sekolah itu.
"Misalnya di Jakarta, ada lebih dari 450 sekolah sepak bola. Namun, yang sudah mandiri baru tiga," jelasnya.
Selanjutnya, menurut dia, dari pemberian bantuan yang disalurkan orang tua tersebut, biasanya akan timbul permintaan lebih terkait dengan peran anak mereka di sekolah sepak bola itu. "Jadi, suka ada pikiran dari para orang tua kalau sudah menyumbang, anaknya harus diturunkan ke dalam setiap pertandingan. Kalau tidak, marah-marah. Ini saja sudah budaya yang salah," katanya.
Selain itu, lanjut dia, kurangnya penanaman nilai kompetisi pada para pemain muda. Hal ini menjadikan mereka mudah naik pitam ketika berbeda pendapat dengan wasit atau lawan. "Peraturan FIFA menyebutkan pegang wasit saja sudah dapat kartu, sedangkan di Indonesia wasit bisa sampai dicekik. Itu hanya terjadi di sini," ujarnya.
Oleh karena itu, dia menilai kondisi tersebut juga tidak dapat diabaikan pemerintah jika memang serius ingin mereformasi sepak bola dalam negeri.
"Tidak hanya PSSI yang perlu diatur, tetapi pemerintah harus memperbaiki dari fondasinya juga," kata Sanjoyo.