REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pesantren Waria Al-Fatah, Shinta Ratri mengatakan tata cara shalat nanti dapat menggunakan mukena atau pakai sarung. Sarah sah shalat adalah menutup aurat, karena yang dipakai waria itu menutup aurat.
"Di dasarkan kenyamanaan dia, yang terhitung hal pribadi.Apakah memakai sarung atau tidak,"
Karena kenyamanan ini, berhubungan langsung dengan kehusyukan nanti saat dirinya berhadapan dengan Allah Swt. Di pesantren waria Al-Fattah, juga terdapat dua shaf pertama di depan dan kedua di belakang.
"Yang memakai sarung di depan, dan memakai mukena di belakang," tutur dia.
Tergantung nyamannya, tetapi beberapa waria memang senang memakai mukena. Niat shalat tidak ada menyebutkan laki-laki atau perempuan, sedangkan niatnya sebagai manusia yang ingin bertemu Tuhan-nya.
"Kita memakai kitab Al-Hikam (dan kitab-kitab tauhid), karena di sana tidak pernah membahas oleh laki-laki ataupun perempuan," terang dia. "Tetapi menjelaskan sebagai manusia."
Shinta menerangkan meskipun demikian dia tetap berpedoman kepada Alquran dan Hadist. Dia mengatakan apa berbeda cara wudhu perempuan. Untuk pemimpin setiap shalat, dia mengaku telah ada Ustadz dari kalangan laki-laki.
Shinta mengatakan dirinya, jika shalat lebih suka memakai mukena. Namun tidak sedikit santri waria yang menggunakan sarung. "Jadi yang 40 santri itu, delapan orang memakai mukena. Sementara 32 memakai sarung," kata dia.
Jadi kata Santi, pilihan kenyamanan tadi. Dia mengatakan Tuhan mneyerukan "Hai manusia bertakwalah kepadaku, bukan hai laki-laki atau perempuan bertakwalah padaku," kata dia.
Sementara itu, dia mengatakan bahwa dirinya termasuk manusia. Untuk bulan baru akan penyusunan tahap awal, sedangkan tahun 2017 akan launching fikih tersebut.
Fikih tersebut, rencananya akan berisi tata cara bersuci, berpakaian, shalatnya, segala sesuatunya. Termasuk berhubungan seksual, shalat jenazah dan dari semua aspek kehidupan, sama seperti laki-laki dan perempuan.