REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Haedar Nashir
JAKARTA -- Namanya Walid bin Mughirah. Ia sosok terhormat di kalangan kaum Quraisy pada masa Jahiliyah. Kaya raya, ahli sastra, dan ahli berdiplomasi. Abu Jahal pun sangat hormat kepadanya.
Walid termasuk paman sepupu Nabi Muhammad, senasab pula dengan Abu Jahal. Suatu kali, para petinggi dan kaum Quraisy bermufakat mengutus Walid menemui Muhammad.
Tugas utamanya merayu agar putra Abdullah itu menghentikan risalah kenabiannya. Ini dilakukan setelah pendekatan jalan ancaman dan kekerasan tidak mempan terhadap Nabi akhir zaman itu.
Setelah bertemu Muhammad, Walid berkata, “Wahai Muhammad, apa gerangan yang telah terjadi? Apa yang sedang engkau perjuangkan? Perjuanganmu telah memecah belah kami bangsa Arab. Perpecahan antara ibu, ayah, dan anak-anak, antara suami dan istri, serta sesama kabilah.''
Walid melanjutkan, ''Kalau engkau, Muhammad, ingin kemuliaan akan kami jadikan engkau sebagai pemimpin utama kami. Sekiranya engkau ingin kekuasaan, kami angkat engkau menjadi penguasa kami di jazirah ini. Kalau engkau ingin harta, akan kami kumpulkan seluruh kekayaan sehingga engkau menjadi yang terkaya. Kalau engkau terkena penyakit, akan kami kumpulkan tabib terbaik. Pendek kata, Apa yang kamu inginkan, wahai Muhammad, akan kami penuhi. Hanya satu permintaan kami, yaitu hentikanlah perjuangan dakwahmu itu!” ujar Walid.
Muhammad tersenyum dan balik bertanya kepada Walid, ''Sudahkah engkau sampaikan, wahai pamanku?'' Sejenak diam, kemudian Nabi membacakan Alquran surah Fushilat ayat 1-6.