REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (Kontras) menilai pemerintah belum serius menangani peristiwa berdarah Talangsari yang terjadi pada 7 Februari 1989. Padahal, Pemerintah Jokowi berjanji akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di masa lalu, termasuk Talangsari.
Kepala Divisi Pemantauan Kontras, Feri Kusuma menjelaskan, Komnas HAM menyatakan pada kasus Talangsari ada dugaan pelanggaran HAM berat. Karena itu pemerintah melalui Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta menindaklanjuti hingga ke tahap penyidikan.
"Tapi Jaksa Agung saat ini tidak pernah melakukan penyelidikan terhadap kasus HAM masa lalu tersebut," ujar Feri kepada wartawan di Taman Suropati Menteng, Jakarta, Ahad (7/2).
Karena itu, Kontras meminta Presiden Presiden untuk mengganti Jaksa Agung saat ini. Hal ini karena tidak ada kegiatan sama sekali dalam proses penyidikan kasus pelanggaran HAM masa lalu sampai saat ini.
Pada dasarnya, Feri menyatakan, pihaknya sudah mengingatkan berulang kali kepada pemerintah. Kontras selalu meminta Presiden Jokowi untuk menyelesaikan kasus ini.
Dalam pandangan Feri, pemerintah tampaknya ingin melupakan peristiwa pelanggaran HAM masa lalu. Menurutnya, melupakan kejahatan HAM yang terjadi di masa lalu jelas sebuah ketidakadilan. Pihaknya bersama para korban akan terus meminta pemerintah agar pelaku kejahatan HAMbditindak seadil-adilnya.
Peristiwa Talangsari merupakan peristiwa berdarah yang terjadi di orde baru. Diduga peristiwa ini merupakan penyerangan aparat militer ke sebuah pesantren di dusun Talangsari. Pesantren tersebut bernama Pesantren Warsidi.
Kasus Talangsari hingga kini dianggap sebagai potret ketakutan orde baru terhadap kelompok-kelompok Islam pada saat itu. Pemerintahan orde baru menganggap kelompok-kelompok Islam mulai menentang pemerintahan. Salah satu yang dicurigai adalah kelompok Islam dari pesantren Warsidi.