REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jessica Kumala enggan mengikuti rekonstruksi versi kedua yang digelar Polda Metro Jaya di Kafe Olivier Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Menurut Yudi Wibowo Sukinto, kuasa hukum Jessica, jika kliennya mengikuti rekonstruksi tersebut berarti Jessica mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya.
Yudi menjelaskan perbedaan dari dua rekonstruksi tersebut. Menurut dia, versi pertama adalah versi kliennya yang mengalami dan hadir langsung dalam peristiwa sedangkan versi kedua yaitu versi kamera CCTV Kafe Olivier.
"Lah CCTV kan kita engga lihat suruh ikuti, itu yang engga benar. Berarti dipaksa suruh ngaku," ujar Yudi usai rekonstruksi di kafe Olivier Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Ahad (7/2).
Jika polisi menunjukkan rekaman CCTV, Jessica mungkin bisa berpikir untuk mengikuti rekonstruksi versi CCTV tersebut. Namun, kata dia, karena hingga kini penyidik belum mengizinkannya melihat CCTV tersebut.
Karena itu, ia berpendapat wajar jika kliennya membiarkan polisi menggunakan peran pengganti untuk menjadi Jessica.
"Iya pake peran pengganti," ujar Yudi.
Jessica merupakan teman ngopi Mirna dan Hani pada 6 Januari 2016. Tetapi, saat sedang berkumpul, tiba-tiba Mirna kejang dan dari mulutnya mengeluarkan busa. Mirna sempat dibawa ke klinik GI dan rumah sakit Abdi Waluyo, namun nyawanya tetap tak terselamatkan.
Menurut komisioner Komisi Kepolisian Indonesia, Edi Saputra Hasibuan berdasarkan dari CCTV kafe Olivier, Jessica terlihat datang lebih dulu dan langsung memesan minuman. Setelah itu, Mirna dan Hani datang menyusul.
Direktur Reserse Kriminal Umum PMJ, Kombes Krishna Murti mengatakan status Jessica naik menjadi tersangka setelah dilakukan gelar perkara pada Jumat (29/1) malam. Kemudian, aparat kepolisian PMJ menjemput Jessica di Hotel Neo Mangga Dua Square, Jakarta Utara pada Sabtu (30/1) pagi sekitar pukul 07.45 WIB dan memasukkannya ke dalam rumah tahanan PMJ.