Senin 08 Feb 2016 14:03 WIB

Industri Indonesia Butuh Bantuan untuk Hindari PHK Massal

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Buruh desak Setop PHK
Foto: Mardiah
Buruh desak Setop PHK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menilai, isu seputar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal masih menjadi perdebatan, meski di satu sisi pemerintah membantahnya.

"Kalau dari petinggi-petinggi perusahaan semacam relokasi, itu katanya efisiensi karyawan karena terjadi peningkatan teknologi segala macam," katanya kepada Republika, Senin (8/2).

Kemudian, ada juga efisiensi karena perusahaannya pindah lokasi, sehingga mau tidak mau butuh tempat baru. Sementara tenaga kerja di tempat yang lama harus memilih mau ikut di tempat yang baru atau mengundurkan diri itu.

Ia tidak sependapat mengenai isu PHK massal akibat memburuknya perekonomian dalam negeri. "Kalau kita lihat kemarin Triwulan IV ekonomi kan 5 persen, itu menunjukkan adanya perbaikan dari sisi konsumsi, justru kontradikstif kalau dikait-kaitan dengan kondisi PHK massal," lanjutnya.

Terkait hengkangnya perusahaan asing, ia menilai, pangsa pasarnya tidak begitu besar di Indonesia dengan penyerapan tenaga kerja yang tidak begitu besar. Dengan begitu, perusahaan asing yang hengkang pada dasarnya tidak berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.

"Kalau pun ada beberapa perusahaan yang hengkang nggak akan mengguncangkan ekonomi Indonesia, kecuali kalau perusahaan yang pangsa pasar besar dan juga tenaga kerja banyak itu baru (berpengaruh)," sambung dia.

Ia mewajarkan sikap perusahaan asing yang merelokasi ke luar negeri, lantaran hal tersebut merupakan dinamika yang biasa terjadi dari sisi bisnis. "Bukan hanya faktor domestik, tapi mungkin faktor internal mereka," ucapnya.

Para pekerja dapat dengan cepat mencari pekerjaan baru, dengan syarat pemerintah mau memfasilitasi dengan baik.

Menurutnya, pemerintah harus memfasilitasi terhadap industri-industri yang saat ini memang sedang mengalami tekanan akibat damoak pelemahan ekonomi global seperti industri dengan pangsa pasar ekspor antara lain, tekstil, alas kaki, dan tas.

"Nah ini harus dibantu. Bagaimana caranya pemerintah membantu perusahaan yang lagi rentan supaya mereka tetap survive," katanya menambahkan.

Saat ini, negara tujuan ekpor untuk industri tersebut sedang mengalami pelemahan, sehingga pemerintah bisa mencarikan pasar baru yang kondisinya lagi aman seperti pasar timur tengah, dan sejumlah negara-negara pecahan Uni Soviet.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement