Rabu 10 Feb 2016 14:10 WIB

Proyek Kereta Cepat Dinilai Perlu Banyak Perbaikan

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nur Aini
Miniatur kereta cepat diperlihatkan dalam Pameran
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Miniatur kereta cepat diperlihatkan dalam Pameran "China High Speed Railway On fast Track" di Senayan City, Jakarta, Kamis (13/8).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menyebut, ada yang perlu dicermati agar kelangsungan proyek kereta cepat tidak banyak sandungan.

"Memasukkan atau menyesuaikan dalam RTRW, RTRW Provinsi Jabar & DKI Jakarta, RTRW Kab/Kota Bekasi, Kab. Karawang, Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat, Kota Bandung," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (10/2).

Ia mengatakan, studi Amdal harus lebih mendalam dengan melibatkan ahli di bidang kebencanaan, mengingat wilayah yang dilintasi termasuk rawan bencana alam.

Djoko menuturkan, kelengkapan mitigasi bencana sangat penting. Ia mencontohkan Jepang yang lebih rawan bencana namun dapat membangun kereta cepat dengan selamat.

Biasanya untuk membuat studi Amdal, kata dia, butuh waktu setahun.  "Transportasi wajib memperhatikan keselamatan penumpang. Rancang bangun atau DED jalur harus sesuai standar keselamatan pembangunan pembangunan jalur dan operasi kereta cepat," kata dia.

Ia mengkritisi sikap pemerintah yang mengeluarkan Lampiran Daftar Proyek Strategi Nasional Nomor 60 High Speed Train Jakarta-Bandung dalam  Peraturan Presiden No. 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dalam Lampiran Daftar Proyek Strategis Nasional, karena bertentangan dengan pasal 25 Jaminan Pemerintah. Hal ini karena sejak awal keinginan membangun kereta cepat tidak akan menggunakan APBN.

Ia mengatakan kereta cepat akan memberikan keuntungan banyak buat negara karena kelebihan moda kereta dibanding moda transportasi lain dalam skala tertentu.

"Supaya lebih bijak dan memikirkan keberlanjutan, perlu membuat skenario untuk melanjutkan lintas kereta cepat menuju Surabaya dengan melewati Cirebon, Semarang, dan Solo," kata Djoko.

Kota-kota yang disinggahi harus benar-benar menyiapkan transportasi umum terintegrasi, agar total waktu tempuh menggunakan kereta lebih pendek ketimbang pesawat terbang. Perhitungan atau kajian bisnis juga perlu dirinci, beserta risiko yang harus ditanggung, mengingat ada keterlibatan BUMN sebagai aset negara.

Kesiapan SDM, kata dia, juga perlu dipersiapkan dengan  tenaga kerja Indonesia harus mendapat porsi lebih besar. Oleh karenanya, mulai sekarang sudah harus disiapkan dengan pola rekrutmen terbuka, sehingga akan mendapatkan SDM yang berkualitas.

Ia meminta pemerintah juga segera memikirkan keberadaan transportasi umum di daerah yang makin buruk dan tidak diperdulikan kepala daerah.

"Meski kewajiban menyelenggarakan transportasi umum di daerah adalah kewajiban mereka, namun hingga sekarang sangat jarang ditemui kepala daerah yang sangat peduli dengan keberadaan transportasi umum sebagai kebutuhan dasar warga," katanya menambahkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement