REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Selama ini polisi baru menangkap penjual miras oplosan. Sementara bahan bakunya masih beredar bebas di masyarakat. Guna menuntaskan pemberantasan kasus ini, Polda DIY akan menyelidiki penjual bahan baku miras oplosan.
"Tidak penjualnya saja yang diamankan. Tapi juga bahan bakunya harus dikendalikan," tutur Kapolda DIY, Brigjen Pol Erwin Triwanto saat ditemui di Polres Sleman, Kamis (11/2).
Ia menyebutkan, saat ini bahan miras oplosan berupa metanol dan etanol, terjual bebas di beberapa toko bahan kimia.
Padahal transaksi bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan harus dapat diawasi secara ketat. Misalnya, pembeli harus meninggalkan identitas pada penjual. Sehingga penjual dapat melaporkannya ke aparat hukum.
Namun begitu, Erwin mengatakan, hal tersebut hanya ditujukan untuk pengawasan. Sebab pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk melarang atau membatasi penjualan bahan-bahan kimia.
Saat ini Polda DIY pun akan mempelajari aturan hukum penjualan bahan-bahan kimia berbahaya. "Kalau memang penjual bahan bakunya memungkinkan untuk dijerat, maka akan kami jerat," ujar Erwin. Ke depannya, polisi akan berkomunikasi dengan Pemda guna merumuskan peraturan yang berfungsi untuk memperketat pengawasan peredaran miras dan bahan kimia berbahaya.
Hingga sekarang, miras oplosan sudah memakan puluhan korban di DIY. Sebanyak 26 warga dari Sleman, Kota Yogyakarta, dan Bantul meninggal akibat menenggak minuman tersebut. Selain itu, puluhan korban lainnya kritis dan dirawat di rumah sakit.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Sleman, AKP Sepuh Siregar mengatakan, ada lima orang tersangka penjual miras oplosan yang sudah diamankan kepolisian setempat. Sebanyak dua tersangka berasal dari Kecamatan Depok, dua lainnya dari seyegan, dan satu tersangka dari Mlati.
"Tersangka ini termasuk yang ditangani oleh polsek. Untuk campuran mirasnya kami masih menunggu laporan resmi dari laboratorium forensik," kata Sepuh. Sedangkan, sumber bahan kimia yang menjadi campuran miras oplosan masih diselidiki lebih lanjut.