REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebakaran hutan yang melanda Indonesia pada 2015 lalu telah menelan kerugian besar bagi produsen kertas di Tanah Air. Data dari Hutan Kita Institute, kelompok lingkungan hidup koalisi mengungkapkan lahan milik vendor Asia Pulp & Paper (APP) pada tahun lalu yang terbakar mencapai 293.065 hektare.
Luas kawasan tersebut merupakan 37 persen dari total kawasan vendor APP di Sumatra Selatan. Dari total wilayah kebakaran, 86,004 hektare merupakan perkebunan, yang 25 persennya merupakan wilayah konsesi APP di provinsi tersebut. Dengan dampak kebakaran tersebut, APP menangguhkan pembangunan pabrik fibernya, melalui PT OKI Mill.
"Analisa baru ini memunculkan pertanyaan mengenai dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap pembangunan pabrik fiber APP, PT. OKI Mill," ujar Koalisi Lingkungan yang juga terdiri dari WALHI Sumatera Selatan, BH Palembang, Pilar Nusantara, Jaringan Gambut, FKMPH, LSM Bakau dan Rimba Institute, Kamis (11/2).
Ini tidak terlepas, dari aturan baru pemerintah terkait penanaman kembali lahan yang sudah terbakar oleh sektor perusahaan pada tahun 2015. Koalisi Lingkungan juga menyatakan kekhawatiran pasokan kayu untuk operasi pabrik baru tersebut, yang diperkirakan akan memberikan dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat.
Koalisi Lingkungan mengeluarkan permintaan resmi kepada APP terkait kejelasan mengenai verifikasi dan rehabilitasi lahan yang terbakar dan mega proyek pembangunan pabrik fiber terbaru it. Pihaknya juga meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan audit lingkungan, meninjau ulang perizinan, dan penegakan hukum bagi vendor-vendor APP yang terbukti bersalah.
Namun APP berulangkali juga telah mengumumkan kebijakan zero deforestation yang diterapkan secara internal dan wajib dipatuhi oleh seluruh vendornya. Hal ini berarti, jika APP tidak berhasil mendapatkan pasokan kayu yang cukup di Sumatera Selatan maka APP akan membuka lahan di wilayah lainnya di Sumatera, bahkan Kalimantan dan Papua.
Melalui Managing Director of Sustainability and Stakeholder Engagement APP, Aida Greenbury mengumumkan kebijakan baru untuk mencegah dan mengendalikan api di wilayah konsesinya, serta melindungi dan merestorasi lahan gambut melalui pendekatan kewilayahan, dan pengelolaan sistem hidrologi.
"APP saat ini menghadapi tantangan, namun perusahaan tersebut melakukan kerjasama dengan berbagai stakeholder untuk mencapai solusi," ujarnya.
Saat ini, kata dia, Business As Usual tidak berlaku lagi, mengingat meningkatnya kasus kebakaran hutan yang menyebabkan kerugian dari segi keanekaragaman hayati dan konflik lahan. Yang dibutuhkan sekarang model bisnis yang fokus pada pengelolaan kewilayahan, dan APP ingin menjadi bagian penting dalam pembentukan model tersebut.