REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Direktur Eksekutif Badan Energi Dunia (IEA), Fatih Birol menilai Indonesia membutuhkan standar khusus supaya bisa memetik keuntungan dari pengembangan energi bersih dan energi terbarukan.
Hal tersebut diungkapkannya dalam acara Bali Clean Energy Forum (BCEF) 2016 di Nusa Dua, Kamis (11/2).
"Kita semua, termasuk Indonesia membutuhkan standar tertentu untuk memperbaiki efisiensi energi, misalnya standar energi bersih untuk mobil, kulkas, pendingin ruangan, dan sebagainya," kata Fatih di Nusa Dua, Kamis (11/2).
Contoh sederhana, kata Fatih, jika kulkas dan pendingin ruanhan di Indonesia memiliki standar baik, maka Indonesia ke depannya tak perlu membangun pembangkit listrik bertenaga besar.
IEA mendukung Indonesia untuk mengoptimalkan efisiensi energi sebab ekonomi negara ini bisa maju jika energi bisa dihemat hingga 30 persen.
Fatih melihat pemerintah Indonesia memiliki program ambisius dalam pengembangan energi bersih dan energi terbarukan.
Indonesia dinilainya membutuhkan kolaborasi teknologi untuk mendukung usaha negara ini menjadi pusat keunggulan energi bersih atau clean energy center of excellence (CoE).
Wakil Presiden Indonesia, Muhamad Jusuf Kalla dalam Bali Clean Energy Forum (BCEF) 2016 mengatakan energi bersih dan energi terbarukan memang lebih mahal dibandingkan energi fosil, seperti batu bara. Pada akhirnya yang bisa menyelesaikan masalah ini adalah teknologi dan kerja sama.
"Gap antara keduanya dapat diselesaikan bersama melalui kerja sama teknologi. Banyak negara mempunyai kemampuan sumber daya (energi bersih dan terbarukan), namun kekurangan teknologi. Banyak pula negara mempunyai teknologi, namun sumber daya alamnya tak banyak. Indonesia beruntung karena memiliki keduanya," kata Kalla.
Indonesia sebagai negara tropis mampu mengembangkan energi matahari. Indonesia juga dikelilingi gunung berapi yang berarti potensial mengembangkan energi geotermal. Negara ini, kata Kalla juga berbentuk kepulauan sehingga sumber daya airnya cukup untuk pembangkit hidro.