REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menambah jumlah penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga total sebanyak 19 bank dan lembaga keuangan non-bank (LKNB) untuk mempercepat realisasi target penyerapan KUR yang ditetapkan sebesar Rp103,24 triliun. Ekonom menilai, langkah ini dapat membantu penyaluran KUR agar lebih cepat dan tepat sasaran.
Ekonom Indef Eko Listiyanto mengatakan, semakin banyak lembaga-lembaga yang terlibat untuk menyalurkan KUR kemungkinan akan semakin cepat dalam proses untuk menyampaikan KUR kepada calon penerima. Sebab, dana yang ditingkatkan ini tidak lagi dibebankan hanya kepada bank-bank tertentu seperti tiga bank BUMN terbesar.
“Jadi dana ‘titipan’ ini tidak hanya dibebankan kepada bank-bank BUMN saja. Langkah OJK ini sebagai upaya untuk mendorong peran pemerintah di bidang likuiditas, untuk mempermudah akses modal bagi pengusaha kecil, saya rasa sih cukup positif, dan memiliki efektivitas yang cukup tinggi,” kata kepada Republika, Jumat (12/2).
Langkah ini dianggapnya efektif, lantaran industri perbankan tidak hanya bertugas menyalurkan dana ‘titipan’ pemerintah ini, tetapi yang pasti mengejar target profit. Skema model KUR yang memiliki suku bunga lebih rendah yang ditetapkan pemerintah dinilai kurang memberikan profit kepada industri perbankan yang menyalurkan.
“Ini kan dana pemerintah, jadi yang motivasi penyalurannya lebih kepada tugas, khususnya untuk bank BUMN. Tapi kan mereka juga mencari profit. Itu salah satu upaya agar bebannya tidak numpuk ke beberapa bank saja,”katanya.
Biasanya penyaluran KUR, kata Eko, cenderung dilakukan di awal tahun karena dinilai lebih efektif. Sebab, memasuki semester dua, industri perbankan akan lebih berorientasi profit.
“Karena mereka kan sudah ada target laba berapa. Nah kalau pada semester dua belum tercapai tentu saja mereka akan lebih menyalurkan dana-dana yang sifatnya punya profit maksimum. Kalau KUR kan profitnya tidak maksimum,” jelasnya.