REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta mengawasi dana asing yang masuk mengatasnamakan dana hibah lingkungan. Sebab dana hibah tersebut dinilai rawan penyelewengan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Dana hibah dasarnya adalah kesepakatan atau Memorandum of understanding (MoU) negara yang diwakili Presiden. Dari kesepakatan itu, lahir letter of intents (LOI) untuk memberikan hibah kepada negara. Seharusnya, dana hibah tersebut masuk ke kas negara. Namun belakangan ini, ada dana hibah lingkungan yang langsung masuk ke kas LSM dan kelompok tertentu tanpa pengawasan.
"Itu namanya bancakan dengan memperdaya tanda tangan presiden," kata anggota Komisi IV DPR-RI Firman Subagyo dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (12/2).
Firman mengatakan tidak transparansinya dana tersebut karena ada kepentingan tertentu. Menurutnya, ini harus diwaspadai, sebab tidak ada yang kepentingan apa yang ada dibalik itu serta bentuk pertanggungan hibah kepada negara donor seperti apa.
"Dana hibah tersebut pasti punya kepentingan tertentu. Tidak mungkin ada makan siang gratis," kata Firman. Pun, ia menyayangkan para penerima hibah kebanyakan LSM yang tidak mempunyai orientasi yang jelas dalam perbaikan lingkungan di Indonesia. "Kegiatan mereka lebih kepada kampanye hitam tanpa pemecahan masalah," kata Firman.
Selama ini, sambung Firman, asing melalui kaki tangan LSM di Indonesia mempunyai kepentingan untuk melemahkan pertumbuhan industri Hutan Tanaman Industri (HTI) dan kelapa sawit. Ada indikasi, dana-dana tersebut digelontorkan untuk mematikan pertumbuhan kedua komoditas andalan tersebut.
Firman berpendapat, HTI dan kelapa sawit harusnya menjadi concern pemerintah karena dapat diandalkan sebagai penopang pendapatan negara. "Saat ini, industri itu mampu mengimbangi pendapatan devisa ekspor dari migas," katanya.
Menurut Firman, apabila ada kepentingan lain yang bertujuan untuk melemahkan HTI dan sawit dengan memanfaatkan isu lingkungan, pemerintah harus tegas untuk menghentikan karena bertentangan dengan konsitusi negara ini.
Firman juga menengarai aliran dana lingkungan ke Indonesia berunsur KKN karena masuk kepada kelompok tertentu yang yang terafiliasi dengan birokrat. "Pemerintah waspada karena praktik seperti itu bisa menjadi model KKN akibat lemahnya pengawasan," ujar Firman.