REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Berulangnya kasus miras oplosan menjadi dilema tersendiri bagi Pemerintah Daerah. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP Sleman), Joko Supriyanto menjelaskan, kondisi ini terjadi karena vonis yang diberikan kepada para pengedar miras belum memberikan efek jera.
Menurutnya, pelaku hanya dijerat hukuman tindak pidana ringan (Tipiring) sesuai dengan Peraturan Daerah nomor 8 Tahun 2007 tentang Pelarangan Peredaran, Penjualan, dan Penggunaan Minuman Beralkohol. Karena itu, mereka hanya mendapatkan sanksi denda sebesar Rp 3 juta hingga Rp 10 juta. Akibatnya, beberapa penjual terus mengulang perbuatannya.
Joko pun mengakui, banyak pelaku lama yang terjaring dalam beberapa operasi penertiban miras oleh Satpol PP Sleman. Walaupun memang ada juga pelaku baru yang diamankan oleh aparat setempat.
“Maka itu, kami masih mengupayakan aturan yang dapat memberikan efek jera kepada pelaku, agar angka penjualan miras dapat semakin ditekan,” kata Joko, di Sleman, Jumat (12/2). Ia mengemukakan, penjualan miras seringkali terjadi lintas daerah. Sementara aturan tentang miras di masing-masing daerah pun berbeda.
Oleh karena itu diperlukan keselarasan aturan dari berbagai daerah agar peredaran miras dapat diawasi bersama. Joko mengatakan, pihaknya sudah mengupayakan terbentuknya aturan semacam itu. Namun kendala muncul dari sisi konstitusi, di mana pembuatan Perda menjadi hak otonomi masing-masing pemerintah daerah.
Menurut Joko, wilayah yang paling rawan terhadap penyelundupan miras adalah kawasan perbatasan, seperti Prambanan Sleman dan Klaten. Hal itu ditambah miras tradisional yang sering dijadikan oplosan berasal dari daerah tetangga, yaitu Klaten, Sukoharjo, dan Solo.
Kepala Seksi Operasional Penegakan Peraturan Perundang-undangan Satpol PP Sleman, Rusdi Rais mengatakan peredaran miras tradisional sulit untuk dilacak. Hal ini karena kebanyakan miras jenis ini langsung didistribusikan kepada penjualnya secara sembunyi-sembunyi.
"Modusnya mengantarkan miras yang masih dikemas pakai jeriken atau tong. Nanti diantar pakai mobil pribadi kepada pengedar. Sementara kami tidak punya kewenangan untuk memeriksa kendaraan," katanya. Berbeda dengan miras ilegal bermerk yang dijual di kafe-kafe, peredarannya lebih mudah diawasi.