REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengharuskan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengenakan seragam putih di lingkup Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah.
Apa yang dilakukan pemerintah tersebut adalah sebuah politik impresi (politik kesan).
"Dimana yang diutamakan adalah kesan, daripada substansi," kata Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani kepada Republika.co.id, baru-baru ini.
Politik kesan tersebut memberikan gambaran seolah-seolah orang yang menggunakan kemeja putih adalah sosok sederhana dan masyarakat merasa lebih dekat.
Ismail menyebut ini adalah ikhtiar yang coba didorong oleh pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla, namun bukan hal substantif.
"Hanya rame-ramean saja. Tidak ada jaminan baju putih mencerminkan kesederhaan dan teladan bagi rakyat," ujarnya.
Setiap Rabu, ASN diwajibkan mengenakan kemeja putih yang identik dengan Presiden Joko Widodo. Hal ini, kata Ismail, mengingatkan masyarakat kembali ke masa dimana Golkar berjaya, hampir semua dibuat kuning. Bedanya saat ini bukan 'dikuningkan' melainkan 'dihitam-putihkan'.
Bagi ASN yang tidak mematuhi peraturan tersebut, maka ada sanksi menanti. Kepala daerah yang tidak menjalankannya akan disekolahkan kembali.
Kalau begini, kata Ismail, apa bedanya pemerintah saat ini dengan masa lalu. Sanksi tersebut dinilai berlebihan, mengingat mereka permisif terhadap pelayanan buruk yang tidak tercapai ukurannya.