REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mendesak pemerintah terutama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak hanya fokus pada paradigma peningkatan ekspor komoditas kelautan dan perikanan tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan nelayan.
"Sejak 10 tahun terakhir, perusahaan pengolahan ikan di dalam negeri mengalami kekurangan bahan baku hingga 60 persen karena target lima tahunan pemerintah di bidang kelautan dan perikanan yang melulu berorientasi ekspor," kata Sekjen Kiara Abdul Halim di Jakarta, Senin (15/2).
Menurut Abdul, target pembangunan nasional di bidang kelautan dan perikanan bisa direvisi setiap tahunnya bergantung pada usulan masing-masing kementerian dan lembaga. Sekjen Kiara berpendapat akan percuma bila ekspor tinggi tetapi kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan dan perempuan nelayan serta petambak garam dan pelestari ekosistem pesisir tidak beranjak meningkat.
Sedangkan Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) menginginkan Kementerian Kelautan dan Perikanan fokus dalam meningkatkan dan menjaga jumlah ekspor ikan tuna dari pengusaha dalam negeri ke berbagai negara tujuan ekspor.
"Fokus ke ekspor tuna, karena ekspor tuna kita turun 14 persen pada 2015," kata Ketua Umum Gappindo Herwindo di Jakarta, Rabu (20/1).
Menurut Herwindo, bila pasar ekspor tuna dari Indonesia menurun, kekosongan tersebut dapat diisi oleh negara lain. Hal itu, ujar dia, dinilai akan menyulitkan pengusaha Indonesia bila mau mengisi lagi pasar ekspor tersebut.
Ia berpendapat bahwa penurunan ekspor ikan tuna antara lain karena kebijakan moratorium perizinan eks-kapal ikan asing yang dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti beberapa waktu lalu. Selain kurangnya ekspor tuna beku dalam bentuk segar turun jumlahnya, kata dia, permasalahan lain yang timbul adalah kekurangan bahan baku tuna untuk pengalengan dalam negeri.
"Ekspor kita kan hanya udang, tuna, rumput laut, kepiting, itu saja diperhatikan, gak usah yang lain-lain," katanya.