Senin 15 Feb 2016 16:44 WIB

Barang Gunaan dan Jasa Diminta untuk Disertifikasi Halal

Rep: Ratna Wulandhari/ Red: Achmad Syalaby
 Warga mengisi formulir sertifikasi halal secara on-line di kantor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Jakarta, Selasa (28/7).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Warga mengisi formulir sertifikasi halal secara on-line di kantor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Jakarta, Selasa (28/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat halal Anna Roswiem menilai sertifikasi halal terhadap barang gunaan dan jasa perlu segera dilakukan di samping sertifikasi terhadap produk pangan, obat-obatan dan kosmetika. Apalagi sertfikasi barang gunaan dan jasa sudah dimandatkan di dalam Undang-undang Jaminan Produk Halal yang akan diterapkan pada 2019 mendatang.

Anggota Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak Kementerian Kesehatan ini menjelaskan adanya kemungkinan barang gunaan dan jasa yang terkontaminasi dengan bahan-bahan yang diharamkan dalam agama Islam.

"Semua bagian tubuh babi bisa digunakan untuk membuat makanan, obat-obatan, pakaian, dan barang gunaan seperti tulang babi yang digunakan sebagai bahan campuran membuat piring yang terbuat dari porselen," ujar dosen  Institut Pertanian Bogor ini kepada Republika.co.id, Senin (15/2).

Menurut Anna, sertifikasi barang gunaan dan jasa ini tentunya akan membuat masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam menjadi nyaman dan tentram. Namun, lanjut Anna, bukan berarti pelaksanaan sertifikasi barang gunaan dan jasa ini tidak menghadapi kendala.

Karena itu, jumlah produk yang beredar di Indonesia sangat banyak, ditambah lagi produk makanan, obat-obatan dan kosmetika masih banyak yang belum disertifikasi. Apabila tidak dipersiapkan sedini mungkin maka ini akan menjadi pekerjaan yang menumpuk bagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai satu-satunya lembaga yang dimandatkan oemerintah untuk menerbitkan sertifikasi halal.

Sementara, lanjutnya, pemenuhan sertifikat halal yang sekarang sifatnya masih sukarela ini cenderung membuat industri bermalas-malasan untuk mengajukan sertifikasi terhadap produk mereka. Banyak industri yang merasa keberatan karena sulitnya bahan baku dan mahalnya biaya sertifikasi. 

Untuk itu, tambah Anna, MUI dan pemerintah harus dapat memberi solusi kepada pelaku indsutri agar penerapan sertifikasi halal untuk barang gunaan dan jasa dapat berjalan dengan lancar.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement