Senin 15 Feb 2016 17:39 WIB

BKPM Promosi Kebijakan DNI ke Investor AS

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Kepala BKPM Franky Sibarani
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Kepala BKPM Franky Sibarani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani akan mempromosikan kebijakan Daftar Negatif Investasi (DNI) kepada investor Amerika Serikat terutama di bidang usaha perfilman, e-commerce, farmasi, dan market place. Menurutnya, potensi outward investment dari Amerika Serikat di ketiga  bidang usaha tersebut cukup besar.

"Ini juga mendorong diversifikasi investasi dari Amerika Serikat yang selama ini lebih banyak di sektor pertambangan," ujar Franky dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/2).

Franky menjelaskan, pemerintah Indonesia telah menerima minat perusahaan perfilman ternama AS untuk melakukan ekspansi usaha di Indonesia. Untuk bidang usaha perfilman terbuka investasi asing sebesar 100 persen mulai dari sektor produksi, distribusi, dan pertujukan film. Tujuan utama pemerintah yakni untuk menumbuhkan dan pengembangkan pengusaha baru di sektor tersebut. Sementara, dari sektor perdagangan e-commerce juga menjadi daya tarik tersendiri. Hal ini karena, saat ini transaksi perdagangan eceran yang dilakukan melalui sistem online membuat transaksi menjadi lebih efektif dan efisien.

“Bidang usaha yang terkait e-commerce sebelumnya diperuntukkan bagi pemilik modal dalam negeri sebesar 100 persen, kini dapat dibuka 100 persen untuk asing dengan syarat. bermitra dengan UMKM," kata Franky.

Franky menambahkan, pengaturan investasi asing untuk bidang usaha market place dibuka untuk asing sebesar 49 persen untuk nilai investasi sama dengan atau dibawah Rp 100 miliar. Sementara untuk yang nilai investasinya di atas Rp 100 miliar terbuka 100 persen asing.

Franky mengatakan, revisi DNI di sektor farmasi dan bahan baku obat merupakan bukti bahwa pemerintah mendukung berkembangnya industri-industri bahan baku obat di dalam negeri. Sebelumnya, kepemilikan investasi asing untuk industri farmasi bahan baku obat masih dibatasi 85 persen. Setelah direvisi, saat ini sektor tersebut terbuka 100 persen untuk asing.

"Perubahan ini diharapkan akan mendorong investasi di bidang farmasi lainnya yaitu, industri farmasi obat jadi karena pelaku industri ini memiliki pilihan bahan baku dengan harga yang lebih rendah dan mengurangi impor bahan baku untuk industri obat jadi," kata Franky.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement