REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Pemerintah Kota Bengkulu mendeklarasikan peperangan melawan nyamuk (Jumantik) Aedes Aegypti, nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue (DBD). Saat ini, Dinas Kesehatan Kota Bengkulu membentuk satuan tugas juru pemantau jentik nyamuk (Jumantik) tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, Herwan Antoni mengatakan, juru pemantau jentik nyamuk dinilai efektif menekan kasus DBD. "Sekarang sedang kita sosialisasikan dan menentukan arena tugas Jumantik apakah satu orang satu RT atau satu kelurahan," kata dia.
Sejumlah daerah yang memberlakukan juru pemantau jentik nyamuk ini terbukti berhasil menekan angka kasus DBD yang kian meningkat selama tiga bulan terakhir.
"Jadi sistemnya, jumantik ini akan datang ke rumah warga untuk melihat apakah ada jentik nyamuk atau tidak," katanya.
Jika ditemukan jentik nyamuk, maka akan dikenakan sanksi berupa denda. Di daerah lain telah diterapkan sanksi tersebut, dengan nominal Rp 100 ribu per jentik nyamuk yang ditemukan.
"Dengan begini, kita bisa meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak membiarkan lingkungan menjadi sarang nyamuk," kata dia.
Namun, program jumantik tidak akan bisa berjalan efektif tanpa dukungan berbagai pihak, khususnya DPRD Kota Bengkulu. "Sanksi denda tentu harus ada peraturan daerah yang mengatur. Dan DPRD menyambut baik rencana kita ini," katanya.
Herwan mengatakan, kasus DBD meningkat tajam pada Februari 2016. Terhitung hingga pertengahan Februari 2016, terdapat 169 orang yang positif terkena DBD. "Ini jauh lebih tinggi dari Januari 2016 yang tercatat hanya sekitar 70 kasus. Peningkatan kasus ini sudah mencapai taraf mengkhawatirkan," kata dia.
Herwan mengatakan, harus ada program pengentasan visus yang bisa menyebabkan kematian tersebut. "Pengasapan bukan jaminan tidak ada lagi DBD, yang paling penting adalah bagaimana masyarakat hidup bersih dan sehat," kata dia.