REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah Daerah Istimewa Yogyakarta berharap para petani sayur mayur memprioritaskan pendistribusian hasil pertanin untuk kebutuhan pasar lokal.
"Kami berharap bisa memprioritaskan hasil pertanian untuk kebutuhan pasar DIY dulu, sebelum dipasok untuk luar daerah," kata Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Uaha Mikro Kecil Menengah (Disperindagkop UMKM) DIY Eko Witoyo di Yogyakarta, Selasa (16/2).
Menurut Eko, sesuai pemantauan Disperindagkop DIY, hingga saat ini stok hasil panen seperti aneka cabai sebagian besar justru didistribusikan oleh para petani ke luar DIY, seperti Jakarta dan berbagai daerah di luar Jawa. Hal itu, menurut dia, disebabkan harga jual hasil pertanian yang bisa lebih tinggi jika dijual kepada para tengkulak di luar daerah.
"Kami belum bisa berbuat apa-apa karena memang perdagangan komoditas itu diserahkan kepada mekanisme pasar," kata dia.
Menurut Eko, pola pendistribusian hasil pertanian yang lebih mengutamakan pasar luar daerah justru lebih mampu mempengaruhi kenaikan harga bahan pokok, dibandingkan gejolak harga komponen lainnya.
Sebab, dengan pola pendistribusian tersebut, menurut dia, kelangkaan stok kebutuhan pokok di tingkat pedagang di DIY dapat terjadi setiap saat.
"Dibandingkan persoalan gejolak harga bahan bakar minyak (BBM), persoalan persediaan justru lebih mempengaruhi naik turunnya harga kebutuhan pokok," kata dia.
Eko mensinyalir tren kenaikan harga cabai merah besar di lima kabupaten sejak awal Januari 2016, selain dipicu pengaruh cuaca, antara lain juga disebabkan pola pendistribusian hasil pertanian yang lebih banyak keluar DIY.
Menurut Eko, meski harga kebutuhan pokok secara umum relatif stabil, cabai merah besar cenderung mengalami lonjakan yang signifikan jika dibandingkan Desember 2015. cabai merah besar harganya mengalami kenaikan dari Rp 25.000 per kg pada Desember 2015, kini menjadi Rp 29.000 per kg.