REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Insiden serangan teroris di Paris, November lalu, telah meningkatkan tindakan rasialis terhadap Muslim di Eropa, termasuk dilakukan oleh polisi. Untuk membalas perlakuan rasialis tersebut, banyak Muslim mengunggah kekesalan maupun foto polisi yang sedang mendiskriminasi mereka di media sosial.
Dilansir the Washington Post, salah satu aksi pembalasan ini dilakukan wartawan Prancis, Driss Abdi. Abdi mengisahkan pengalamannya mendapat perlakukan rasialis di Bandara Munich dalam akun Twitter-nya.
"Perlakuan rasial di Jerman? Hanya satu yang diberhentikan saat keluar pesawat, saya pikir karena saya sedikit terlalu cokelat #rasisme #polisi," katanya dalam akun Twitter-nya sambil menyertakan foto polisi wanita yang memeriksa datanya.
Muslim lainnya, Yassine Belattar, juga mengunggah perlakukan rasialis yang dialaminya dalam akun media sosial Facebook. Ia sempat digeledah polisi hanya karena penampilannya yang berjanggut.
"Saya tak merasa di usia 15 tahun. Kita semua ingin keamanan, tapi kami tak ingin ada petugas keamanan di mana-mana dalam hidup kita. Aku diberhentikan dan digeledah tanpa sebab. Aku tak menerima perlakuan rasial dan saya tak bisa menerima ceramah palsu ini," kata Belattar di laman Facebook-nya.
Pada 7 Januari, penulis dan mantan penasihat xenophobia untuk Organization for Economic Cooperation and Development (OSCE), Marwan Muhammad, bahkan mengunggah percakapannya dengan dua agen polisi perbatasan di Bandara Warasawa. Setelah terbang dari Paris ke Polandia, ia diberhentikan dua agen polisi yang awalnya berdalih memberhentikan penumpang secara acak untuk pemeriksaan.
"Kenapa Anda menghentikanku, bukan wanita berbaju biru atau lelaki dengan topi itu?" kata Muhammad mengutip ucapannya pada petugas.
Petugas kemudian menjawab bahwa ia memenuhi kategori identifikasi orang berisiko teroris. Sebab, menurut agen tersebut, Muhammad datang dari Prancis, lalu warna kulit dan janggutnya menyiratkan ancaman.