REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar mengekspektasikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) untuk kembali turun sebesar 25 basis poin. Ekonom Bank BCA David Sumual mengatakan, berdasarkan faktor domestik dan eksternal, BI dapat kembali menurunkan BI Rate.
“Secara domestik maupun eksternal memungkinkan untuk melakukan hal tersebut. Ada kepercayaan pasar bahwa fundamental ekonomi kita itu dalam arah yang membaik, sehingga BI pun yakin untuk memilih kebijakan tersebut,”kata Ekonom Bank BCA, David Sumual, Rabu (17/2).
Menurut David, ada beberapa hal para analis lihat memungkinkan untuk BI menurunkan BI Rate. Pertama, sejauh ini kebijakan akomodatif atau pelonggaran moneter yang dilakukan BI akhir tahun lalu disikapi cukup positif oleh pasar. Artinya, ada perbaikan fundamental Indonesia.
“Kalau misalnya mereka melakukan pelonggaran terus fundamentalnya belum pas, tentu tidak disikapi positif ya. Tapi sejauh ini kita lihat, ini disikapi positif oleh market,” kata David.
Ia menjelaskan, fundamental yang baik itu tercermin dari susutnya defisit transaksi berjalan dan tekanan inflasi juga rendah. Saat ini, inflasi inti merupakan terendah sejak 2010. Selain itu, yield atau imbal hasil di surat utang negara (SUN) juga turun.
“Jadi ada inflow yang masuk jadi asing masuk, dalam SUN kita itu dalam 5 bulan terakhir itu sekitar Rp 65 triliun. Selain itu rupiah juga cukup stabil, malah menguat sejak awal tahun,” ungkapnya.
Di awal tahun ini, belanja pemerintah juga cukup kuat. Dikhawatirkan, jika belanja pemerintah sudah kuat, tetapi di sisi lain moneternya masih longgar, kata David, hal itu dapat mengganggu likuiditas.
Lebih lanjut David menjelaskan, dari faktor eksternal ia memperkirakan masih akan menahan suku bunga. Sebab, ekonomi di AS terlihat masih lemah.
“Terus kalau kita lihat sentral lain makin akomodatif. Jepang kemarin sudah masuk suku bunga negatif. Eropa juga kemungkinan bulan Maret akan nambah stimulusnya, cetak uangnya. Kemarin kan 60 miliar euro per bulan, ini kemungkinan bisa ditambah,” ujarnya.