REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil muktamar Jakarta, Djan Faridz menilai keputusan Menteri Hukum dan HAM untuk memperpanjang kepengurusan hasil muktamar Bandung merupakan tindakan melawan hukum. Sebab, apa yang diputuskan Menkumham, Yasonna Laoly dengan menghidupkan kembali kepengurusan muktamar Bandung melawan putusan Mahkamah Agung (MA) soal sengketa PPP.
Menurut Djan, Kementerian Hukum dan HAM harusnya menuntut dirinya sendiri karena kebijakan memerpanjang muktamar Bandung melawan hukum. “Menkumham harus menuntut dirinya sendiri, melalui Dirjen AHU, karena menkumham melakukan perbuatan melawan hukum,” tutur Djan pada Republika, Rabu (17/2).
Mantan Menteri Perumahan Rakyat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini melanjutkan, dalam sengketa PPP di MA dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, muktamar Bandung dan Surabaya sudah dinyatakan tidak sah. Muktamar yang sah adalah muktamar yang dilaksanakan di Jakarta. Hasil muktamar Jakarta telah memilih Djan Faridz sebagai Ketua Umum bersama Achmad Dimyati Natakusumah sebagai Sekretaris Jenderal.
“Di keputusan MA pada sengketa partai di PN Jakarta Pusat menyatakan muktamar Surabaya tidak sah, muktamar bandung tidak sah, muktamar Jakarta muktamar yang sah,” tegas Djan.
Putusan itu termuat dalam Putusan MA RI Nomor 601 K/Pdt.Sus-Parpol/2015. Isinya, telah menolak permohonan penggugat asal (Wakil Kamal) untuk kembali ke muktamar Bandung dan menyatakan muktamar Jakarta adalah kepengurusan PPP yang sah.