REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hubungan internasional dan kawasan Timur Tengah dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada, Siti Mutia, mengatakan Indonesia harus berusaha keras untuk menyajikan pembahasan yang substantif dalam Pertemuan Luar Biasa OKI di Jakarta.
"Hal yang substantif dari bangsa Palestina adalah kemerdekaan dan substantif dari Israel adalah keamanan," kata Siti Mutia dari Yogyakarta, Kamis.
Indonesia akan menyelenggarakan Pertemuan Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) tentang Palestina dan Al Quds Al Syarief di Jakarta Convention Center pada 6-7 Maret 2016.
Menurut Mutia, setiap perundingan semestinya membawa perubahan kehidupan yang lebih baik bagi pihak yang bertikai, namun semua akan berakhir dengan kegagalan karena tidak pernah membicarakan hal yang substantif.
Mutia menilai sejak Perundingan Madrid pada era 1990-an hingga Perundingan Annapolis pada 2007, hanya Perundingan Oslo pada 1993 yang berhasil memberi harapan bagi perubahan nasib bangsa Palestina, yakni dengan diakuinya otoritas Palestina.
Meskipun, lanjut Mutia, tidak perubahan yang berarti terhadap pengakuan otoritas tersebut bagi nasib kemerdekaan Palestina karena di dalamnya terpecah dua faksi, yakni Fatah dan Hamas, serta aneksasi dari Israel di Tepi Barat.
"Hal serupa akan terjadi pada konferensi yang akan dilaksanakan pada Maret jika di sana tidak membicarakan hal yang substantif," kata dia.
Pertemuan Luar Biasa OKI tentang Palestina da Al Quds (Yerusalem) akan membahas dukungan untuk kemerdekaan Palestina dan masalah Yerusalem, di mana Israel telah melanggar kesepakatan tentang kependudukan, status kota suci Yerusalem, pengembalian pengungsi Palestina ke wilayah Palestina, dan penyaluran air dari tepi barat Sungai Jordan.
Baca juga, Di Tengah Agresi Israel, Hamas dan Fatah akan Bersatu.