REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Heru Susetyo mengatakan, pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) sulit dilaksanakan secara universal karena ada partikulitas atau cultural relative di semua negara.
“Sehingga pasal 27 J tahun 1945 menekankan bahwa pelaksanaanya harus diperhatikan hak asasi orang lain juga agama, sosial budaya, ketentraman ketertiban masyaraka, akhirnya tidak bisa dilaksanakan secara universal juga,” katanya dalam diskusi Merangkul Korban Menolak Legalisasi, Kamis (18/2).
Ia mengatakan, HAM universal akhirnya terbentur partikularitas dinamika sosial budaya negara yang melaksanakannya. Hak atas orientasi seksual juga tak terbatas, karena harus mempertimbangkan hak orang lain juga. Seperti hak orang tua, hak komunitas, atau hak kampus.
“Jadi tidak bisa beralasan ini hak saya, saya bisa menentukan hak yang terbaik untuk diri saya. Karena kita yang punya hak asasi manusia yang spesifik, mungkin dalam tanda kutip khas Indonesia,” katanya.
Ia mengatakan, pemaknaan HAM di Indonesia tidak bisa dilakukan seperti di Eropa dan Amerika. Pada pasal 28 J tahun 1945 dimaksudkan universal, tapi kerangkanya tunduk pada lokalitas, sosial budaya, dan agama. Hal ini juga sudah diatur konseder Pasal 39 tahun 1999 pada Undang-undang HAM.
“HAM di Indonesia dibatasi oleh hak orang lain, nilai sosial, jadi tidak bisa pada pelaksanaannya sebebas-bebasnya,” katanya.