REPUBLIKA.CO.ID, SUMBAR -- Anggota Komisi IV DPR Hermanto mengutarakan, paham lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) bertentangan dengan ideologi bangsa Indonesia. Pancasila, terutama sila pertama dan kedua, menekankan adanya nilai agama dan adab.
"Jika LGBT merupakan suatu penyakit, itu harus dirangkul untuk diobati. Namun, kalau merupakan suatu paham yang minta dilegalkan, jelas bertentangan dengan Pancasila," kata dia di Muaralabuh, Solok Selatan, Sumatra Barat, Jumat (19/2). (LGBT dan Perkembangan Gender Anak).
Menurutnya, terkait sila pertama Ketuhanan Yang Esa, rujukannya adalah kitab suci Alquran yang menyatakan karakter manusia hanya ada dua: laki-laki dan perempuan. Demikian juga, dalam Undang-Undang Perkawinan di Indonesia hanya ada dua jenis kelamin.
Karena itu, jika ada pasangan sejenis yang minta dilegalkan, akan merusak tatanan yang ada. "Petugas Kantor Urusan Agama akan sulit, wali nikah juga bingung menentukan. Apalagi, di Sumbar menganut filosofi adat basandi syara, syara, basandi kitabullah, yang artinya memegang teguh nilai adat berdasarkan kitab Alquran," kata dia.
Kemudian, pada sila kedua berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. "Pertanyannya, apakah LGBT merupakan paham yang beradab atau memenuhi nilai keadaban?" kata dia.
Dalam LGBT terkandung paham kebebasan dan itu bertentangan dengan adab ketimuran. Jika ditinjau dari perspektif kemanusiaan, juga bertentangan, terutama saat ada kelompok minoritas yang minta diakui keberadaannya. Apalagi, kalau minta disahkan dengan undang-undang. "Jelas tidak adil karena sifat undang-undang adalah 'lex generalis' (berlaku umum), jelas ini berlebihan," kata dia.
Ia menilai, jika perilaku LGBT tetap dibiarkan, dikhawatirkan tidak hanya pelaku yang mendapat imbas, tapi semua masyarakat bisa terkena dampak. Solusinya, jika itu penyakit, harus dirangkul dan diobati secara medis. Namun, kalau itu suatu paham, itu jelas bertentangan dengan Pancasila.
Ia menambahkan, ada kepentingan asing yang ingin meliberalkan pergaulan sosial masyarakat Indonesia melalui LGBT. "Jelas ini berbahaya."
Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit menilai, perilaku LGBT di daerah ini tidak dapat diizinkan karena bertentangan dengan falsafah hidup yang dianut masyarakat setempat. "Falsafah hidup orang Sumbar jelas, adat basandi syara, syara basandi kitabullah atau adat yang bersandar pada agama Islam. Tentu LGBT tidak dapat diterima. Saya secara pribadi juga menolak" katanya.
Menurutnya, masyarakat juga harus ikut mengantisipasi agar LGBT tersebut tidak mengganggu ketenangan masyarakat. "Kami mendorong agar kabupaten dan kota membuat peraturan daerah (perda) untuk melarang kehadiran LGBT," kata dia.