REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar ekonomi, Fachru Nofrian mengungkapkan, aliran dana gelap (ilicit financial flow) di Indonesia sangat besar. Bahkan, setiap tahunnya, aliran dana gelap tersebut hampir menyamai nilai subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang digelontorkan pemerintah. Besaran subsidi BBM di APBN 2015 tercatat Rp 276 triliun, namun jumlah itu kemudian turun menjadi sekitar Rp 61 triliun dalam APBN Perubahan.
"Setiap tahunnya, aliran dana gelap hampir sama dengan subsidi BBM," kata Fachru di Cikini, Jakarta, Sabtu (20/2).
Fachru menjelaskan, aliran dana gelap berdampak besar pada likuiditas pasar keuangan yang dipengaruhi oleh suku bunga dan nilai tukar. Menurutnya, semakin besar dana spekulatif yang masuk ke pasar, maka semakin rentan pula pasar tersebut. Sebab, sewaktu-waktu dana tersebut bisa berpindah ke pasar lain.
"Hal itu bisa membuat likuiditas keuangan memgering secara mendadak. Akibatnya, resiko terjadinya krisis keuangan pun turut meningkat," ucap Fachru.
Maka dari itu, mestinya pemerintah berupaya memperkuat kemampuan fiskal negara dengan merebut kembali penerimaan negara yang hilang karena adanya aliran dana gelap. Jika kemampuan fiskal menguat, alokasi anggaran untuk penanggulangan kemiskinan bisa ditingkatkan.
"Apalagi arah kebijakan fiskal pemerintahan Jokowi-JK jelas ditunjukan untuk memperkuat fundamental pembangunan nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas," kata Fachru.