Sabtu 20 Feb 2016 21:49 WIB

KAHMI Makassar tak Persoalkan Revisi UU KPK

Red: M Akbar
Lambang Kahmi
Foto: twitter.com
Lambang Kahmi

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Cabang Makassar tidak mempermasalahkan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK selama posisi lembaga anti rasuah itu kuat.

"KAHMI Makassar tidak akan mempermasalahkan revisi UU KPK tersebut, yang penting memperkuat posisi dan peran KPK dalam pencegahan dan pemberantasan Korupsi," kata Ketum KAHMI Makassar Prof A Pangerang Moenta dalam kesimpulan diskusi tentang Revisi UU KPK di Makassar, Sabtu (20/2).

Selain itu KAHMI Makassar menyatakan mendukung penuh upaya pemerintah dan KPK dalam mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia siapa pun orang dan latarbelakangnya.

"Kami juga mengharapkan KPK tetap independen dalam melaksanakan tugas dan meminta pemerintah, parlemen dan semua pihak untuk tidak mengintervensi KPK saat menjalankan tugasnya," katanya usai diskusi di Masjid Sekertariat HMI Sulsel jalan Botolempanngan.

KAHMI juga meminta Komisioner KPK agar bertindak sesuai hukum, nondiskriminatif dan jangan menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya apalagi adanya perlakuan tebang pilih.

Dalam diskusi terbut hadir Guru Besar Universitas Muslim Indonesia (UMI) Prof Dr Hambali Thalib dan Direktur Riset Lembaga Anti Coruption Committee (ACC) Sulawesi Wiwin Suwandi sebagai pemateri. Bertindak sebagai penanggap Prof Ma'ruf, H Abd Rahman dan Darwis Pasa.

"Tentu saja kami tidak akan menutup mata akan revisi Undang-Undang KPK itu. Olehnya fungsi pengawasan, penindakan kan sudahh diatur dalam Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, bukan malah pelemahan," ucap pakar hukum dari UMI ini

Sebelumnya Pemerintah Pusat bersama DPR usai membahas rancangan Revisi KPK setuju untuk dilakukan revisi meski banyak penolakan. Persetujuan tersebut hanya pada empat poin usulan perubahan, tetapi subtasinya berbeda.

Dalam usulan empat poin itu disebutkan membentuk Dewan Pengawas KPK yang ditunjuk presiden bertugas mengawasi dan mengingatkan pimpinan lembaga anti rasuah itu apabila tidak menjalankan aturan atau melanggar.

Kemudian, penyadapan tetap dilakukan dan keputusan diserahkan kepada pimpinan KPK tidak ada intervensi dari pihak lain. Selanjutnya, menambah kewenangan KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (SP3) tetapi hanya disetujui bila tersangka meninggal dunia, lumpuh atau ditemukan alat bukti baru.

Lalu poin terakhir terkait pengangkatan penyelidik dan penyidik independen tidak berasal dari Kejaksaan maupun Polri. Usulan tersebut berasal dari Pimpinan KPK, sehingga diperlukan pengaturan kembali dalam UU KPK. Bila salah satu dari empat poin itu tidak dimasukkan maka pemerintah tidak akan setujuk UU KPK direvisi.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement