Selasa 23 Feb 2016 09:39 WIB

'Pelemahan KPK Berarti Melemahkan Kebijakan PSDA'

Rep: C32/ Red: Karta Raharja Ucu
Stop Revisi RUU KPK. Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menggelar aksi unjuk rasa untuk menghentikan revisi RUU KPK di depan Komplek Parlemen DPR RI, Jakarta, Rabu (17/2). (Republika/Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Stop Revisi RUU KPK. Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menggelar aksi unjuk rasa untuk menghentikan revisi RUU KPK di depan Komplek Parlemen DPR RI, Jakarta, Rabu (17/2). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sejumlah Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) menolak revisi Undang-undang KPK. Sebab ia menilai, revisi UU tersebut bisa melemahkan KPK terkait juga kebijakan lain.

 

“Pelemahan KPK berarti juga akan melemahkan perbaikan sistem dan kebijakan PSDA (Penyelamatan Sumber Daya Alam) yang  korup dan tidak adil selama ini,” kata Guru Besar IPB Hariadi Kartodihardjo, Selasa (23/2).

 

Hariadi menilai peran KPK selama ini sudah terbukti kuat dalam melakukan penindakan yang mempunyai efek positif. Termasuk juga, kata dia, dalam menjalankan kewenangannya melakukan perbaikan sistem dan kebijakan PSDA.

 

Tak hanya PSDA saja namun KPK juga sudah dinilai baik dalam soal aspek lain. “Pada aspek pencegahan, pada 2013 KPK juga melakukan inisiasi adanya Nota Kesepakatan Bersama (NKB) Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan Indonesia dengan 12 Kementrian yang terkait,” ungkap Hariadi.

 

Selanjutnya, kata dia, pada 19 Maret 2015 KPK bersama 20 kementerian dan lembaga negara menandatangani Nota Kesepakatan Rencana Aksi Bersama Penyelamatan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia. Penandatanganan yang dilaksanakan di Istana Negara Jakarta juga dihadiri Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

 

“Disepakati pula Deklarasi Aparat Penegak Hukum untuk mendorong upaya penegakan hukum dalam rangka penyelamatan SDA di Indonesia,” tutur Hariadi.

 

Menurut Hariadi, berdasarkan kajian KPK munculnya ketidakjelasan status hukum kawasan hutan mengakibatkan tumpang tindih dan potensi korupsi dalam proses perizinan. Dia menjelaskan, hal tersebut terlihat pada 2014 ditemukan sekitar 1,3 juta Ha izin tambang berada dalam kawasan hutan konservasi dan 4,9 juta Ha berada dalam kawasan hutan lindung.

 

Hariadi menuturkan, akibatnya negara kehilangan potensi penerimaan negara sebesar Rp 15,9 triliun/ tahun. Selain itu juga adanya kerugian negara akibat pembalakan liar yang bisa mencapai Rp 35 triliun/ tahun.

 

Diketahui, IPB hari ini (23/2) akan mengirimkan surat penolakan revisi UU KPK kepada presiden. Surat tersebut juga ditandatangani oleh 19 Guru Besar IPB dan 33 guru besar dari universitas terkemuka lainnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement