REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu belakangan ini, Facebook menghapus postingan sejumlah pihak yang menolak kampanye lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Tindakan ini dipertanyakan beberapa kalangan, terutama para pemilik akun yang menjadi ‘korban’ penghapusan tersebut.
Tak ayal, pemerintah pun didesak segera bertemu dengan pihak Facebook untuk membahas masalah ini. Negara, terutama pemerintah harus hadir dan bersikap, misalnya dengan mengundang pengelola media massa dan media sosial.
“Ini bertujuan untuk membangun komitmen guna memastikan tak ada promosi negatif seperti kekerasan, terorisme, narkoba, pornograpi, termasuk LGBT,” kata Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM), Maneger Nasution kepada Republika.coid, Selasa (23/2). (KPAI Minta Pemerintah Panggil Facebook dan Twitter).
Dia menegaskan, pemerintah tidak boleh membiarkan warga negaranya, apalagi anak-anak Indonesia sendirian menghadapi tantangan zamannya. Semua komponen bangsa, apalagi media massa dan media sosial harus memiliki komitmen tinggi dalam perlindungan pemajuan penegakan dan pemenuhan hak-hak anak.
“Termasuk memilih dan memilah konten yang berpotensi merugikan anak-anak Indonesia yang tidak sesuai nilai-nilai Indonesia,” kata Maneger.
Dia meminta pemerintah jangan lamban merespon masalah ini. Pasalnya, kalau negara, utamanya pemerintah lamban apalagi tidak melakukan sesuatu, artinya terjadi pembiaran oleh negara (omission by state). Dampaknya, berpotensi menghadapkan secara langsung antara yang pro-kontra LGBT. Negara tidak boleh membiarkan hal itu terjadi. "Untuk itu negara tidak boleh terlambat."