REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar Jakarta menilai pelaksanaan musyawarah kerja nasional (Mukernas) yang diklaim dilaksanakan kepengurusan Bandung ilegal.
Sekretaris Jenderal PPP hasil muktamar Jakarta, Achmad Dimyati Natakusumah menegaskan seharusnya pelaksanaan mukernas DPP Bandung juga melibatkan Ketua Umumnya Suryadharma Ali (SDA).
Namun, mukernas justru dilakukan oleh pihak yang sama yang menggelar muktamar Surabaya. Padahal, muktamar Surabaya sudah dinyatakan tidak sah oleh putusan hukum.
"Harusnya ke Pak SDA mukernas ini, jangan ‘copy paste’ dari (panitia muktamar) Surabaya," ujarnya pada Republika.co.id, Selasa (23/2).
Pelibatan itu dapat dilakukan dengan meminta persetujuan seperti tanda tangan ke SDA atau meminta surat mandat. Namun, hal itu tidak dilakukan kubu Muhammad Romahurmuziy (Romi).
Dimyati justru menilai kubu Romi dengan sewenang-wenang menunjuk PLT sebagai pengganti SDA. Menurutnya, alasan kubu Romi tidak menyertakan SDA dalam pengambilan keputusan penting PPP sangat aneh. Terlebih, dari dalam penjara, SDA masih mampu ditemui oleh kepengurusan partai berlambang Ka’bah.
Ia melanjutkan, perselisihan di internal PPP ini sebenarnya bisa ditengahi oleh Ketua Umum Bandung, SDA dan sesepuh PPP, Maumoen Zubair (Mbah Moen). Dua tokoh ini adalah kunci untuk penyelesaian konflik internal PPP.
Islah yang dibutuhkan oleh PPP adalah membuat Romi dan SDA kembali rukun. Hal itu akan mengembalikan PPP pada saat sebelum terjadi konflik.
Dimyati menolak tegas pelaksanaan mukernas PPP di Jakarta, Rabu (24/2) sebagai mukernas kepengurusan Bandung. Mukernas itu tidak memiliki dasar yang legal.
Sebab, Surat Keputusan menteri Hukum dan HAM untuk memerpanjang masa berlaku kepengurusan Bandung ilegal. Dalam rezim Undang-Undang Partai Politik, tidak mengenal perpanjangan masa berlaku SK Partai kalau sudah habis masa kadaluwarsanya.
"Ya jelas itu ilegal (mukernas Bandung), karena dihasilkan oleh SK yang ilegal," tegasnya.