REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suasana malam di Jalan Kepanduan II, Kelurahan Penjagalan, Jakarta Utara, atau lebih dikenal Kalijodo, telah jauh berbeda. Tidak ada lagi suasana kemeriahan dan gemerlap lampu dari kafe-kafe di kawasan yang terkenal dengan daerah lokalisasi itu.
Saat Republika.co.id mendatangi lokasi pada Selasa (23/2) malam, jika sebelumnya jalan itu ramai dengan para pencari hiburan malam dan hidung belang, tetapi kini telah berganti. Di jalan setapak itu, kini lebih banyak ditemui personel polisi dan TNI, serta pengepul barang bekas yang tak henti-hentinya memasuki kafe yang telah ditutup.
Salah satunya Yunanto (47) dengan empat orang rekannya menerobos police line di sebuah kafe protistusi. Tak peduli dengan garis tersebut, rombongannya mencoba mengais rezeki di tengah ingar bingar pekerja seks komersial (PSK) yang menghilang entah ke mana.
"Sudah pada pulang kampung mas. Saya hanya pekerja, dan barang akan ditaruh di Rawa Bebek," ujarnya.
Yunanto mengatakan, sudah sejak Ahad (21/2) lalu, ia dan rekan-rekannya mengais rezeki dengan menggunakan mobil pick-up. Terlihat hari ini, kayu-kayu sampai busa tempat tidur yang biasa digunakan PSK untuk melayani hidung belang.
Memang semenjak Sabtu (20/2) lalu, aparat keamanan telah memenuhi lokalisasi Kalijodo. Terlihat tiga pos polisi dikerahkan untuk berjaga. Tiga pos utama berada di depan Masjid Nurul Hasanah, depan lokalisasi milik Daeng Aziz, dan perbatasan Jakarta Utara-Jakarta Barat.
Terlihat beberapa personel kepolisian dan TNI bercampur baur untuk mengamankan lokalisasi ini. Beberapa dari mereka terlihat membawa senjata api maupun gas air mata.
Bisa dikatakan, ini adalah hari-hari terakhir lokalisasi Kalijodo. Karena tak terlihat lagi, para PSK, muncikari dan preman setempat. Lagu disko yang memekakan telinga telah berganti menjadi suara pelan dari beberapa penghuni yang masih tersisa, "hancur sudah Kalijodo".